Kamis, 29 November 2012

WACANA BAHASA INDONESIA


WACANA
BAHASA INDONESIA

1 MainForm

OLEH

NAMA : DIAN LESTARI
NPM : A1A010049


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS BENGKULU
2012

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberi karunia yang tiada henti kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini .
Tak lupa kami ucapakan terimakasih kepada dosen pengampuh yang telah membimbing penulis dalam menyusun tugas. Dan juga bagi semua pihak yang telah membantu secara langsung ataupun tidak.
Semoga tugas ini dapat menjadi referensi, inspirasi dan bahan renungan bagi semua kalangan. Tugas ini tidak terlepas dari kekurangan, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.
Bengkulu, 19 September 2012
Penulis



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A.    Wacana
B.     Jenis-jenis, Ciri-ciri dan Contoh Wacana
C.     Syarat Terbentuknya Wacana
D.    Klasifikasi Wacana
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Sedangkan yang dimaksud dengan kohesi dn koherensi adalah
Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting. Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis). Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative) dan subordinatif.

Dalam pengajaran bahasa ada suatu hierarki atau tingkatan disiplin ilmu yang dipelajari. Kebanyakan masyarakat berasumsi bahwa tingkatan itu adalah sesuatu yang mutlak dan keputusan akhir (Final decision ). Adapun tingkatan itu adalah morfem-kata-kalimat-paragraf-wacana. Dalam tingkatan ini wacana mendapat tingkat yang tertinggi. Seperti yang diketahui, bila ditinjau dari segi ukuran, urutan tersebut adalah dari kecil ke ukuran paling besar. Secara tidak langsung bisa diambil kesimpulan bahwa wacana adalah satuan yang paling besar.

Bisa diartikan bahwa sebuah tulisan atau tuturan yang panjang bisa dikatakan wacana, dan yang pendek bukanlah wacana. Asumsi seperti ini tidaklah salah, akan tetapi wacana tidak hanya berada pada lingkungan yang sempit, zaman sekarang ini kata-kata wacana sangat sering diucapkan selain kata demokrasi dan lain sebagainya. Jadi, wacana tidaklah terbatas pada ukuran satuan yang paling panjang atau besar.

Untuk mengenal wacana ini lebih dekat maka perlu diketahui jenis-jenis atau klasifikasi wacana ini, sehingga dari hal itu akan tergambar jelas apa sebenarnya yang disebut dengan wacana. Sebagai suatu disiplin ilmu, wacana tentu mempunyai ruang lingkup yang sangat besar. Wacana bisa terbagi lagi dalam kelompok-kelompok kecil yang akan menambah khazanah pengetahuan masyarakat tentang wacana itu sendiri.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini memiliki beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengertian wacana itu?
2.      Bagaimana memahami jenis wacana?
3.      Bagaimana syarat terbentuknya wacana?
4.      Apa saja klasifikasi wacana?
C.    Tujuan
Dalam makalah ini ada pun tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui pengertian wacana, memahami jenis wacana dan mengetahui persyaratan terbentuknya wacana dan pengklasifikasian wacana. Tujuan penulisan ini juga untuk memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pembaca.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Wacana
Pengertian Wacana
Pengertian wacana dapat di lihat dari berbagai segi. Dari segi sosiologi, wacana menunjuk pada hubungan konteks sosial dalam pemakaian bahasa, sedangkan dari segi linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat
Pengertian wacana menurut beberapa ahli
1)      Hawthorn (1992) mengemukakan pengertian wacana merupakan komunikasi yang terlihat sebagai sebuah pertukaran diantara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal dimana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya.
2)      Roger Fowler (1997) mengemukakan bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan tulisan yang di lihat dari titik pandang kepercayaan,dan nilai.
3)      Alwi dkk (2003) wacana adalah rentetan kalimat yang menghubungkan proposisi satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan
·         Kridalaksana membagi wacana menjadi 4 yaitu :
1)      Wacana langsung adalah wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi.(tanda baca yang di gunakan dalam penulisan kalimat)
2)      Wacana pembeberan adalah wacana yang tidak mementikan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan,dan bagian-bagiannya di ikat secara logis.
3)      Wacana penuturan adalah wacana yang mementingkan urutan waktu,di tuturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu, berorientasi pada pelaku,dan seluruh bagiannya diikat oleh kronologi.
4)      Wacana tidak langsung adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip secara harfiah kata-kata yang di pakai oleh pembicara, mempergunakan kontruksi grematikal atau kata tertentu. Seperti kata bahwa.



B. Jenis-Jenis, Ciri-Ciri dan Contoh Wacana
1. Narasi
*Pengertian Narasi
Narasi adalah salah satu jenis wacana yang berusaha menceritakan/ mengisahkan suatu kejadian yang terjadi dalam suatu rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu secara kronologis.
*Ciri-ciri Narasi
1) Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan
2) Di rangkai dalam urutan waktu
3) Menceritakan
*Contoh Wacana narasi
Saya terlambat ke sekolah hari ini karena bangun kesiangan. Tiba di sekolah pukul 7.45, sehingga saya di tegur oleh guru piket. Dan ketike masuk ke ruangan bahasa inggris saya di larang masuk karena waktu untuk yang kesiangan telah habis.
2. Deskripsi
*Pengertian Deskripsi
Deskripsi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha untuk melukiskan atau menggambarkan dengan kata-kata, wujud atau sifat lahiriah dari suatu obyek. Deskripsi merupakan salah satu teknik menulis menggunakan detail dengan tujuan membuat pembaca seakan-akan berada di tempat kejadian, ikut merasakan, mengalami, melihat dan mendengar mengenai satu peristiwa atau adegan.
*Ciri-ciri Deskripsi
1) Menggambarkan atau melukiskan sesuatu.
2) Penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan melibatkan kesan indera.
3) Membuat pembaca atau pendengar merasakan sendiri atau mengalami sendiri.
*Contoh Wacana Deskripsi
Kilometer nol, sebuah lambing
Sebuah tugu di ujung utara pulau aceh, berdiri tegak setinggi delapan meter. Landasannya, beton berteratak mirip tangga bersusun lima. Dengan panjang dan lebar sekitar enam meter . tentu itu terletak di sebuah semak belukar di bilangan jaboi, kotamadya Sabang.
Itulah kilometer nol Indonesia. Berada di tugu itu, terasa sesuatu merayap di kalbu, perasaan keindonesiaan . lagu patriotic dari Sabang sampai Marauke seakan-akan terngiang –ngiang di telinga. Kita sedang menginjak setapak tanah di ujung paling barat Nusantara
Lambang Garuda begitu megah bertenger di puncak tugu. Di bawah kai Sang Garuda, ada relief yang melukiskan untaian zamrud kepulauan di indonesia. Memang, sempat timbul tanda tanya, apakah kilometer nol Indonesia ini benar menjadi ukuran pasti di mulainya bentangan jalan raya dari ujung Barat Indonesia ke Timur. Akan tetapi, berada di titik itu, slogan Sabang sampai Marauke tiba-tiba menjadi sangat bermakna.
3. Eksposisi
*Pengertian Eksposisi
Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang di mana isinya di tulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat
*Ciri-ciri Eksposisi
a) Data faktual yaitu suatu kondisi yang benar-benar terjadi, ada dan dapat bersifat historis tentang bagaiman asuatu alat kerja, bagaimana suatu peristiwa terjadi, dan sebagainya.
b) Suatu analisis atau penafsiran objektif tehadap seperangkat fakta
c) Fakta tentang seseorang yang berpegang teguh pada suatu pendirian.
*Contoh Wacana Eksposisi
Jatuhnya pesawat berkapasitas 266 penumpang airbus A300-600 merupakan peristiwa kedua bagi American Airlines beberapa detik lepas landas dari bandara udara internasional O’Hare Chicago, tiba-tiba mesin kiri lepas dari dudukannya. Pilot tidak bisa mengendalikan pesawat akibat keseimbangan pesawat mendadak berubah dengan jatuhnya mesin berbobot sekitar 5 ton. Pesawat mendarat dan menghujam tempat parkir kendaraan 31 detik kemudian 271 penumpang plus awak tewas seketika.
Kecelakaan lain menyangkut mesin copot dialami oleh pesawat kargo EI-Al milik flag carier Israel, 4 Oktober 1992. Mesin nomor empat atau yang paling ujung pada sayap kanan, tiba-tiba lepas akibat dua fuse-pin ( baut dudukan mesin ) lepas. Di susul kemudian oleh mesin nomor tiga. Mendadak kehilangan dua mesin, pilot tidak dapat mengendalikan pesawat dan menabrak gedung bertingkat di Amsterdam, Belanda. Empat awak tewas berikut 47 penghuni flat yang di tabrak.
4. Argumentasi
*Pengertian Argumentasi
Argumentasi adalah jenis karangan yang di dalamnya terdapat pernyataan-pernyataan atau pendapat penulis yang umumnya berasal dari hasil pengamatan,wawancara,penelitian penulis sendiri atau orang lain dengan di sertai bukti dan fakta.
*Ciri-ciri Argumentasi
a. Menjelaskan pendapat agar pembaca yakin
b. Memerlukan fakta untuk pembuktiannya
c. Menggali sumber ide dari pengamatan,pengalamn dan penelitian
*Contoh Wacan Argumentasi
1.      Menurut Iskandar, sudah saatnya masyarakat mengubah paradigma agar lulus SMP langsung masuk SMA. Kalau memang lebih berbakat pada jalur profesi sebaiknya memilih SMK. Dia mengingatkan sejumlah resiko bagi lulusan SMP yang sembarang melanjutkan sekolah. Misalnya lulusan SMP yang tidak mempunyai bakat minat ke jalur akademik sampai perguruan tinggi , tetapi memaksakan masuk SMA. Dia tidak akan lulus UAN karena sulit mengikuti pelajaran di SMA. Tanpa lulus UAN mustahil bisa sampi perguruan tinggi. Pada akhirnya mereka akan menjadi pengangguran karena peljaran SMA tidak memberi bekal untuk bekerja.


C.    Syarat Terbentuknya Wacana
Adapun persyaratan gramatikal dalam wacana dapat di penuhi atau dalam wacana itu sudah terbina yang di sebut  adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif , akan terciptalah kekoherensian yaitu isi wacana yang apik dan benar.

Kekohesifan itu dicapai dengan cara pengacuan dengan menggunakan kata ganti –nya mari kita lihat! Kalimat (1) adalah kalimat bebas, kalimat utama yang berisi pernyataan, bahwa sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat (2) adalah kalimat 3terikat, yang di kaitkan dengan kalimat (1) dengan menggunakan kata gantinya-nya pada kata ikannya dan telurnya yang jelas mencakup pada terubuk pada kalimat (1). Kalimat (3) juga di kaitkan dengan kalimat (1) dan kalimat (2) dengan menggunakan kata ganti -nya pada kata harga-nya yang juga jelas mencakup pada kata terbuk pada kalimat (1). Lalu, kalimat (4) merupakan kesimpulan terhadap pernyataan pada kalimat (1), (2) dan (3), yang di kaitkan dengan bantuan konjungsi antar kalimat makanya.

Kekohesifan wacana itu di lakukan dengan mengulang kata pembaharu pada kalimat (1) dengan kata pembaharuan pada kalimat (2); serta mengulang frase perubahan jiwa pada kalimat (2) perubahan pada kalimat (3). Adanya pengulangan unsure yang sama itu menyebabkan wacana itu menjadi kekoherens dan apik. Namun, pengulangan-pengulangan seperti di atas yang tampak kohesif, belum tentu menjamin terciptanya kekoherensian.  Jadi syarat terbentuknya wacana apabila adanya kohesif dan koherensi.

Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain adalah
1.      Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian  kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraph. Dengan penggunaan konjungsi ini, hubungan itu menjadi lebih eksplisit, dan akan menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan hubungan yang tanpa konjungsi.
Contohnya: Raja sakit. Permaisuri meninggal.
Pada contoh diatas, hubunngan antara kalimat pertama dengan kalimat kedua itu tidak jelas: apakah hubungan penambahan, apakah hubungan sebab dan akibat, atau hubungan kewaktuan. Hubungan menjadi jelas, misalnya diberi konjungsi, dan menjadi kalimat sebagai berikut:
a)      Raja sakit dan pernaisuri meninggal.
b)      Raja sakit karena permaisuri meninggal.
c)      Raja sakit ketika permaisuri meninggal.
d)     Raja sakit sebelum permaisuri meninggal
e)      Raja sakit. Oleh karena itu, permaisuri meninggal.
f)       Raja sakit, sedangkan permaisuri meninggal.
2.      Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis. Dengan menggunakan kata ganti sebagai rujukan anaforis, maka bagian kalimat yang sama tidak perlu di ulang, melainkan dig anti dengan kata ganti itu. Maka oleh karena itu juga, kalimat-kalimat tersebut saling berhubungan.
3.      Menggunakan ellipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain. Dengan ellipsis, karena tidak di ulangnya bagian yang sama, maka wacana itu tampak menjadi lebih efektif, dan penghilangan itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat di dalam wacana itu.
Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koherens dapat juga di buat dengan bantuan berbagai aspek semantik. Caranya, antara lain:
1.                  Menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana. Misalnya:
a)      Kemarin hujan turun lebat sekali. Hari ini cerahnya bukan main.
b)      Saya datang anda pergi. Saya hadir, anda absen. Maka, mana mungkin kita bisa bicara.
2.                  Menggunakan hubungan generik-spesifik; atau sebaliknya spesifik-generik. Misalnya:
a)      Pemerintah berusaha menyediakan kendaraan umum sebanyak-banyaknya dan akan berupaya mengurangi mobil-mobil pribadi.
b)      Kuda itu jangan kau pacu terus. Binatang juga perlu beristirahat.
3.                  Menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
a)      Dengan cepat di sambarnya tas wanita pejalan kaki itu. Bagai elang menyambar anak ayam.
b)      Lahap benar makanannya. Seperti orang yang sudah satu minggu tidak ketemu nasi.
4.                  Menggunakan hubungan sebab-akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atai isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
a)      Dia malas, dan sering kali bolos sekolah. Wajarlah kalau tidak naik kelas.
b)      Pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernafas pun susah di dalam bus itu.
5.                  Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Misalnya:
a)      Semua anaknya di sekolahkan. Agar kelak tidak seperti dirinya.
b)      Banyak jembatan layang di bangun di Jakarta. Supaya kemacetan lalu lintas teratasi.
6.                  Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
a)      Becak sudah tidak ada lagi di Jakarta. Kendaraan roda tiga itu sering di tuduh memacetkan lalu lintas.
b)      Kebakaran sering melanda Jakarta. Kalau dia datang si jago merah itu tidak kenal waktu, siang ataupun malam.


D.    Klasifikasi Wacana
Wacana yang merupakan suatu disiplin ilmu yang luas dan kompleks memiliki bagian-bagian yang kecil atau klasifikasinya, berikut akan diuraikan klasifikasi menurut para ahli.

Chaer (2003:272) mengatakan bahwa pelbagai jenis wacana sesuai dengan sudut pandang dari mana wacana itu dilihat, diantara lain: (1) wacana lisan dan tulisan, hal ini berkenaan dengan sarananya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis. (2) wacana prosa dan wacana puisi, dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah dalam bentuk puitik. Selanjutnya, wacana prosa ini dilihat dari penyampaian isinya dan dibedakan lagi menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi.

Pendapat lain dari Juita (1999:50-55) menggolongkan wacana lebih terperinci dan berkelompok-kelompok, yaitu:
a.      Klasifikasi Wacana Berdasarkan tujuan
Maksudnya adalah si pembuat wacana membuat waca untuk tujuan-tujuan tertentu, mungkin untuk pemuasan atau pengekspresian dirinya, untuk mempengaruhi orang lain atau untuk menginformasikan sesuatu kepada orang lain. Berdasarkan pengelompokkan ini  Kinneavy dalam Parera (1990:114) (dalam Juita 1999:50-55) membedakan empat kelompok wacana berdasarkan tujuannya, yaitu:

1.      Wacana Ekspresif
Wacana ekspresif adalah wacana yang lebih ditujukan kepada pembuat (penulis atau pembicara) itu sendiri. Wacana ini diciptakan oleh si pembuat untuk kepentingan dirinya sendiri. Tidak terlalu menghiraukan audiens. Wacana ini bersifat individual dan sosial. Misalnya, catatan harian, deklarasim dan lain-lain.
2.      Wacana Referensial
Wacana referensial adalah wacana yang lebih tertuju kepada penggambaran fakta atau realita dan data. Wacana ini tidak semata-mata ditujukan kepada decoder ataupun encoder, tetapi lebih mengutamakan kepada penyampaian fakta dan data secara akurat. Wacana ini dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu wacana referensial ekspositoris dan wacana referensial ilmiah.
3.      Wacana Susastra
Wacana susastra berbicara sesuai dengan realitas untuk realitas itu sendiri. Dalam wacana ini yang dominan bukanlah realitas itu sendiri, akan tetapi paduan imajinasi pengarang hingga membentuk suatu rangkaian yang kompak . jadi, realitas objektif sudah diolah menjadi realitas imajinatif. Misalnya, novel, cerpen, dan lain-lain.
4.      Wacana persuasive
Wacana persuasive adalah wacana yang memang diciptakan untuk decoder (pembaca atau pendengar). Tujuannya adalah untuk mempengaruhi. Misalnya iklan, pidato politik, khotbah, dan lain-lain.

b.      Klasifikasi Wacana Berdasarkan Cara Pemaparan
Pengelompok berdasarkan pemaparan sama dengan tinjauan ini, cara penyususnan dan sifatnya. Wacana ini dapat digelongkan sebagai berikut:
1.      Wacana Naratif
Wacana naratif adalah wacana yang lebih menonjolkan peran tokoh. Kejadian atau peristiwa dirangkai atau dijalin sedemikian rupa melalui peran-peran yang dimainkan oleh para tokoh. Urutan peristiwa dirangkai atau dijalin oleh pelaku secara kronologis. Kekuatan wacana ini terletak pada urutan cerita.
2.      Wacana Prosedural
Wacana procedural adalah wacana yang menuturkan sesuatu secara berurutan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Unsur-unsur atau elemen-elemen yang ada tidak dapat dikacaukan urutanya, atau dibolak-balik. Urgensi unsur yang lebih dahulu merupakan landasan untuk unsur sesudahnya. Wacana ini dibuat untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara sesuatu bekerja, atau bagaimana proses terjadinya, atau bagaimana proses melakukan sesuatu.
3.      Wacana Hortatorik
Wcana ini adalah wacana yang berisi ajakan atau nasehat, dan kadang-kadang bersifat memperkuat keputusan supaya lebih meyakinkan. Wacana ini merupakan hasil atau produksi suatu waktu, dan bukan disusun berdaarkan urutan waktu.
4.      Wacana Ekspositoris
Wacana ekspositoris ini merupakan rangkaian tutur yang mengetengahkan atau memaparkan suatu pokok pikiran atau permasalahan yang dibahas dengan cara menguraikan bagian-bagian atau unsur-unsurnya sedetail mungkin. Wacana ini memberikan berbagai informasi sehigga pembaca atau pendengar paham dengan baik tentang masalah yang dikemukakan. Wacana ini dilengkapi dengan ilustrasi atau contoh.
5.      Wacana Deskriptif
Wacana ini merupakan rangkaian tutur yang melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman ataupun pengetahuan encoder. Wacana ini meransang seluruh indra decoder sehingga decoder merasa betul-betul menyaksikan objek, peristiwa, atau kejadian tersebut.

c.       Klasifikasi Wacana Berdasarkan Pelibat
Berdasarkan pelibata atau individu yang ikut serta di dalam wacana tersebut, maka wacana ini dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:
1.      Wacana Monolog
Wacana monolog yaitu wacana yang secara langsung tidak menghendaki interaksi timbale balik antara encoder dan decoder. Wacana ini lebih didominasi oleh encoder, sedangkan decoder hanya bisa memberikan tanggapan, saran, ataupun pendapat. Akan tetapi, waktu tetap saja tersedia untuk decoder.
2.      Wacana Dialog
Wacana dialog adalah wacana yang menghendaki terjadinya interaksi timbal balik antara encoder dan decoder. Pembagian jatah waktu di antara keduanya sama. Karena itu tidak ada dominasi satu pihak saja. Wacana dialog ini selanjutnya dapat lagi dibagi menjadi dua bagian, yaitu wacana dialog sesungguhnya dan wacana dialog teks.

Wacana dialog sesungguhnya ini merupakan wacana dialog yang spontan dengan segala keadaan, tidak ada rekayasa dalam wacana tersebut. Wacana ini dapat pula dikatakan wacana alamiah, misalnya percakapan di warung kopi. Selanjutnya wacana dialog teks, yaitu wacana dialog yang direkayasa sedemikian rupa. Penutur tinggal menghafal apa yang tertera dalam teks percakapan. Misalnya teks drama.

d.      Wacana Berdasarkan Media
Berdasarkan media yang digunakan, wacana ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Wacana Lisan
Wacana lisan adalah wacana yang menggunakan bahasa lisan sebagai penyampaiannya. Wacana ini pada dasarnya diciptakan dalam waktu dan situasi yang nyata.  Oleh karena itu wacana ini dikaitkan dengan wacana interaktif.
2.      Wacana Tulisan
Wacana tulis adalah wacana yang menggunaka bahasa tulis sebagai media penyampaiannya. Wacana tulis ini dapat pula berwujud sepenggal ikatan percakapan dalam rangkaian percakapan yang lengkap yang telah menggambarkan suatu situasi, maksud, dan rangkaian penggunaan bahasa. Wujud lain dari wacana tulis ini dapat berupa teks atau bahan tertulis yang bebentuk paragraf.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Wacana adalah unit terbesar dari suatu kalimat di mana terjadi komunikasi lisan dan tulisan antara pembaca dan pengarang atau pembicara dan pendengar.
Adapun jenis-jenis wacana yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi. Adapun pengertian dari narasi yaitu menceritakan peristiwa yang di susun secara kronologis, deskripsi yaitu penggambaran, eksposisi yaitu pemaparan/penjelasan, dan argumentasi yaitu pendapat atau opini.
B.     Saran
Adapun saran bagi pembaca antara lain:
1.      Bagi pembuatan wacana harus memperhatikan kohesif dan koherens di dalam sebuah wacana. Karena tanpa kohesif dan koherens kita tidak dapat memahami maksud atau tujuan yang ada di dalam sebuah wacana tersebut.
2.      Pembaca harus memperhatikan kaidah penulisan yang ada di dalam sebuah wacana.
3.      Dalam pembuatan wacana diharapkan tidak terdapat penyimpangan kata ataupun kalimat.



DAFTAR PUSTAKA
Brown, Gillian dan George Yule. 1983. Analisis Wacana (diterjemahkan oleh I. Soetiko). Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Rineka Cipta:Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar