P
E N E L I T I A N
ASAL
USUL BATU MENANGIS DI SUBAN AIR PANAS KABUPATEN REJANG LEBONG
|
DISUSUN
OLEH:
DIAN
LESTARI
A1A010049
DOSEN:
DRA.
YAYAH CHANAFIAH, M.HUM
PROGRAM
STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang Masalah
Zaman
akan semakin berkembang mengikuti arus manusia. Manusia yang modern saat ini
mungkin telah banyak meninggalkan budayanya. Walaupun demikian ada sejumlah
masyarakan yang masih menjalankannya, seperti ritual-ritual yang mengarah
kepada kepercayaan, tarian tradisioanl, adat-istiadat serta tempat-tempat yang
dianggap masyarakat setempat memiliki suatu kemistisan.
Percaya
atau tidak hal tersebut secara turun temurun diturunkan oleh nenek moyang
mereka dan menjadi suatu kebiasaan atau ritual yang harus dilakukan, apabila
tidak maka akan ada suatu ancaman (musibah) yang menimpa khususnya yang
menganut kepercayaan tersebut.
Suatu budaya yang ada dalam masyarakat merupakan hak miliki masyarakat
itu. Budaya pada masyarakat biasanya dikenal dengan adat istiadat, dimana adat
istiadat merupakan kegiatan yang rutin dilakukan masyarakat. Adat iatiadat ini
biasanya kerap dihubung-hubungkan dengan nilai religius. Adat istiadat
masyarakat biasanya berbentuk, tarian, upacara, pernikahan, dan berziarah.
Esther Kuntjara dalam bukunya mengatakan bahwa budaya memiliki ciri-ciri
yaitu: budaya itu dapat dipelajari, budaya itu diturunkan dari generasi ke
generasi, budaya memiliki simbol-simbol, selalu berubah, memiliki sistem yang
intergral, dan budaya sifatnya adaptif. Dari penjelasan tersebut dapat kita
simpulkan bahwa banyak hal yang ada dalam suatu budaya.
Objek wisata Suban Air Panas menyimpan suatu misteri tentang adanya
sebuah Batu yaitu Batu Menangis yang dianggap keramat, yang dipercayai oleh
masyarakat setempat. Batu yang konon dulunya selalu mengeluarkan air, dimana
pada masa itu sebagai tempat persinggahan Putri Selangka saat bersedih.
Sebagaian masyarakat ada yang percaya, sebagian lagi ada yang menganggap
sebagai khayalan. Secara logis hal tersebut mungkin sulit untuk dianalisa.
Tetapi pada dasarnya itu adalah sebuah pemikiran atau penggabaran bagaimana
orang-orang terdahulu dimasa itu.
2. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah pada penelitian kali ini yaitu berfokus pada “Asal Usul Batu Menangis Di Suban Air Panas Kabupaten
Rejang Lebong”.
3. Pembatasan
Masalah
Dalam proposal ini peneliti hanya membahas asal usul Batu Menangis yang
ada di Suban Air Panas Kabupaten Rejang Lebong.
4. Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat penelitia ini adalah sebagai suatu kajian pengetahuan
kebudayaan, yang diharapkan padat memberikan pengetahuan serta informasi kepada
khalayak khususnya masyarakat Rejang Lebong dan juga masyarakat yang ingin tahu
hal tersebut, karena lokasi itu adalah tempat wisata.
BAB II
LANDASAN TEORI
Mungkin
kita bertanya-tanya bagaimana peradaban masyarakat Indonesia sebelum
mengenal tulisan (praaksara) dapat diketahui pada masa kini. Untuk itu pada penelitian kali ini peneliti akan
meneliti suatu budaya masyarakat terdahulu. Bukan penelitian yang biasa
dilakukan yaitu yang berkaitan dengan disiplin ilmu. Kerena pada kali ini
peneliti akan mengusut salah satu budaya yang dimiliki masyarakat yang mengarah
kepada kepercayaan berupa peninggalan
yang hingga kini dipercaya oleh masyarakat setempat masih memiliki kekuatan.
Dengan mengangkat cerita prosa rakyat, yang
merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun temurun (dari mulut ke
mulut) di dalam masyarakat. Seperti:
mite, legenda, dongeng.
Budaya masyarakat yang demikian banyak mengarah kepada
mitos. (Suwardi Endraswara, 2003:110)
mengkaji mitos model Levi-Strauss berpendapat bahwa mitos tidak selalu
relevan dengan sejarah dan kenyataan. Mitos juga tidak selalu bersifat sakral
atau wingit (suci). Oleh karena, mitos yang suci pada suatu tempat, ditempat
lain dianggap biasa.
Selanjutnya Suwardi Endraswara juga menjelaskan
dalam bukunya metodologi penelitian satra bahwa dongeng, legenda, cerita yang
tersebar secara lisan di mayarakat merupakan sastra lisan murni. Lisan dalam suwardi
menjelskan bahwa sastra tersebut merupakan karangan dari hasil khayalan dan
besifat mendidik.
Dalam melakukan penelitian kebudayaan biasanya
mengunakan pendekatan naturalistik atau penelitian kualitatif.
Esther kuntjara, memberikan dasar pemikiran menggunakan pendekatan
naturalistis yaitu sebagai berikut:
1.
Realitas
pada dasarnya bersifat jamak yang hanya dapat dipelajari secara holistik.
2.
Peneliti
dan yang diteliti saling berinter-aksi dan tidak bisa dipisahkan satu dengan
yang lain.
3.
Tujuan penelitian
adalah untuk menelaah suatu kasus dan memahaminya secara mendalam.
4.
Setiap
unsur yang menyangkut subjek penelitian saling terkait sehingga sulit untuk
mencari sebab akibatnya.
5.
Penelitian
menyangkut nilai-nilai yang paling tidak ada pada, (a) Peneliti dalam memilih
masalah, menilai, mengemukakan pendapat; (b) Pemilihan paradigma yang akan
dipakai dalam penelitian; (c) Pemilihan teori yang digunakan dalam pengumpulan
data dan penafsiran hasil penelitian; dan (e) Nilai-nilai yang terkandung pada
konteks dimana subjek itu diteliti.
Penelitian dengan pendekatan naturalistik mempunyai
beberapa kriteria yang lazim digunakan dalam penelitian. Kriteria tersebut
antara lain: (1). Dilakukan pada tempat subyek berada dalam lingkungan yang
sebenarnya, (2). Menggunakan instrumen manusia dalam penelitian ,(3). Naluri
dan intuisi memengang peranan dan diperhitungkan dalam penelitian,(4).
Menggunakan metode kualitatif,(5). Pemilihan sampel penelitian dilakukan tidak
secara acak,(6). Lebih memilih penggunaan metode induktif,(7). Penggunaan teori
yang membumi (grounded theory), (8). Rencana penelitian bisa berubah
sewaktu-waktu ,(9). Hasil yang didpat bisa dinegosiasikan, (10).peloporan hasil
penelitian berupa narasi, (11). Data perlu ditafsirkan berdasarkan kasus daripda
digeneralistir. Penafsiran terhadap suatu kejadian bisa berbeda-beda karena
sudut pandang yang berbeda, (12). Aplikasi hasil penelitian sifatnya sementara,
(13). Kriteria keabsahan hasil penelitian tidak mengikuti model penelitian
konvensional, tapi ditentukan berdasarkan kredibilitas, dapat tidaknya hasil
ditransfer, hasil yang dapat diandalkannya, dan kepastiannya.
Penelitian kualitatif naturalistis sangat
bergantung pada konteks halini beranjak dari asumsi dasar bahwa semua subyek
yang tersangkjut dalam penelitian ini terikat dalam suatu jaringan interelasi
yang unik dan kompleks serta saling mempengaruhi. Jaringan interelasi yang
kompleks ini berada dalam suatu konteks yang membatasi dan memperluas
kemungkinan keterkaitan penelitian yang dikerjakan. Satu pihak generalisasi
dengan konteks lain tidaklah mungkin karena tidak ada dua konteks yang bisa
sama persis. Dipihak lain memaksa satu generalisasi dengan konteks yang lain
akan mengabaikan keunikan masing-masing konteks yang ada.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
1.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini ialah metode Interviu (interview). Metode ini dibagi menjadi dua yaitu
interview terikat dan interview bebas, dan yang menjadi instrumen peneliti
ialah interview bebas. Interview bebas ialah dimana pewawancar bebas menanyakan
apa saja tetapi juga mengingat akan data apa yang akan dikumpulkan.
2. Objek
Penelitian
Menurut
Badudu dan Zain (1996:1361), objek penelitian adalah sasaran pelaku yang
dikenai tindakan di dalam suatu penelitian. Objek penelitian pada penelitian
kali ini adalah sebuah peninggalan zaman dahulu yang bertempat di Objek Wisata
Suban Air Panas yaitu dikenal dengan Batu menangis.
3. Informan
Penelitian
Adapun penentuan informan dengan
menggunakan kriteria sebagai berikut :
a. Berada di
lokasi penelitian dan jarang meninggalkan daerahnya, informan itu
penduduk asli tempat penelitian
- Sudah dewasa, yaitu berumur 35-70 tahun,
- Informan berada di daerah penelitian dan jarang meninggalkan daerahnya
- Informan sehat jasmani dan rohani
- Punya kesediaan waktu yang cukup
- Memiliki sifat yang terbuka, sabar, ramah dan tidak mudah tersinggung (Kasim, 1983 : 11)
Terkait dengan kriteria tersebut,
Informan penelitian ini adalah penjaga dari Objek Wisata Suban Air Panas yaitu:
Nama : Surya Johan, ST.
Usia : 48 Tahun
Pekerjaan: Wiraswasta
Alamat :
Objek Wisata Suban Air Panas, Kesambe
|
Nama :
M. Joni, Sos.
Usia :
48 Tahun
Pekerjaan :
Dinas Pariwisata
Alamat :
Kesambe Baru
|
4.
Instrumen Penelitian
Instrumen
utama penelitian ini adalah peneliti sendiri melalui observasi dan wawancara
yang dilakukan di tempat tinggal informan penelitian, yang dibantu oleh
alat sebagai berikut : (1) tape recorder , digunakan untuk merekam
informasi pada saat wawancara berlangsung, (2) daftar pertanyaan tentang
masalah yang diteliti yang diajukan kepada informan secara lisan dan dalam
situasi santai atau non formal, (3) kertas dan pena, digunakan
untuk mencatat hasil wawancara serta informasi lain dari observasi
5. Teknik
dan Alat Pengumpulan Data
Penulis menggunakan prosedur
pengumpulan data untuk memperoleh data di lapangan adalah sebagai berikut : (1)
teknik simak, libat dan cakap merupakan teknik dimana peneliti terlibat
langsung dalam dialog dengan informan, (2) peneliti mengobservasi ke lokasi
penelitian, (3) rekaman dilakukan pada saat wawancara berlangsung, agar
peneliti mengetahui dengan jelas tentang data yang diperlukan, (4) pencatatan
dilakukan untuk mencatat kembali hasil rekaman yang dilakukan (Sudaryanto, 1993
: 133 – 136). Sebelum mengambil data, peneliti melakukan pendekatan dengan
objek penelitian dan informan penelitian, yakni dengan berkunjung
beberapa ke Objek Suban Air Panas dimana tempat Objek Batu Menangis tersebut.
6. Teknik
Analisis Data
Teknik analisis data yang
dilakukan dari penelitian singkat ini adalah sebagai berikut : (1) data
yang telah diperoleh dari informan baik melalui wawancara langsung yang
bersifat non formal maupun rekaman, serta dari hasil observasi dicatat pada
lembaran tersendiri, (2) data yang diperoleh kemudian diklasifikasikan
berdasarkan aspek-aspek yang diteliti, (3) mengklasifikasikan data sesuai
dengan kebutuhan penelitian, (4) menganalisis data penelitian sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya berdasarkan tujuan penelitian, (5)
merumuskan simpulan dan menyusun laporan.
7. Sistematika
Penulisan
Sistematika penulisan karya tulis
ini adalah sebagai berikut: (a) Pendahuluan, (b) Landasan teori, (c)
Metodologi, (d) Pembahasan, dan (d) Penutup.
BAB IV
PEMBAHASAN
Suban Air Panas adalah salah satu objek wisata yang terletak di
kabupaten Rejang Lebong, di objek wisata ini terdapat beberapa peningggalan
sejarah yang ditemukan dibeberapa titik lokasi yaitu salah satunya adalah Batu
Menagis. Posisi batu menangis ada di objek wisata Suban Air Panas ditemukan
pada zaman penjajahan jepang. Sejarah Batu Menangis itu sendiri telah ada pada
zaman kerajaan Sriwijaya.
Menurut asal usulnya, bapak Surya Johan mengatakan
bahwa sejarah batu menangis yaitu pada zaman Sriwijaya kebetulan di Rejang Lebong
ada juga kerajaa-kerajaan kecil yang terdapat di Suban Air Panas. Ketika itu
ada seorang putri yang datang ke daerah Rejang tepatnya di Suban Air Panas.
Kebetulan dikerajaan tersebut ada seorang pemuda, dimana seorang pemuda itu
akan dijodohkan oleh putri.
Putri tersebut adalah seorang putri yang sakti
berasal dari kerajaan Sriwijaya yang bernama putri Gemerincing Emas, namun
putri tersebut lebih dikenal dengan Putri Slangka. Slangka itu berasal dari
kekuatan yang dimilikinya yakni dari kata selangkah, maksudnya adalah ketika
putri melangkah satu kali ia dapat menghilang dan dapat muncul dimana saja yang
ia inginkan.
Selanjutnya sebutan batu menangis itu sendiri
kerena Putri Slangka pada waktu itu dijodohkan oleh Putra Gambir Melayang yang
berasal dari kerajaan Rejang. “Putri Slangka tidak menyetujui hal tersebut dia
pun merenungi nasib perjodohannya dengan Pangeran Gambir Melayang. Putri
Slangka menangisi nasib perjodohannya dan pergi kesuatu tempat yang sekarang
dikenal Suban Air Panas, di sana dia menemukan sebuah batu yang berbentuk petak
dan diatas batu itulah ia menangis sehingga batu tersebut dinamakan dengan Batu
Menangis” ujar M. Joni
Jadi, dapat disimpulkan Batu Menangis bukan
merupakan tempat makam dari Putri Slangka, itu hanya sebagai rempat singgah
dari putri Slangka. Putri pun diketahui tidak mati, dia hilang begitu saja
setelah kejadian itu.
Setelah peristiwa tersebut konon batu itu mengeluarkan air seperti orang menangis,
pada tahun 1996 terakhir kalinya batu tersebut mengeluarkan air. Untuk melihat
batu tersebut mengeluarkan air maka harus dilakukan ritual khusus dan pada
malam-malam tertentu, seperti malam satu suro. Ritual tersebut dilakukan masyarakat untuk mendapatkan jodoh, karir,
menaikkan ekonomi, dan hal tersebut
diyakini dapat berhasil.
Berdasarkan Wawancara penulis kepada pengelola
Suban air Panas yaitu Bapak Surya
Djohan, ia mengatakan bahwa “Situs Batu menangis ini dari awal ditemukan pada
zaman penjajahan jepang tidak pernah mengalami pengurangan hanya saja di bangun
pendopo untuk melindungi batu tersebut dan memang benar-benar batu itu
mengeluarkan air apabila dilakukan ritual khusus” ( sumber Surya, 23 Desember
2012).
Menurut masyarakat setempat Putri Slangka pernah
menampakkan dirinya disekitar area tersebut, wujudnya seperti seorang pengatin
yang cantik, memakai baju seleyer, berambut panjang sepinggul, dan memakai
mahkota. Putri Slangka sendiri sering menegur orang-orang yang jahil, misalnya
kecing sembarangan atau berbicara yang aneh-aneh.
Narasumber juga mengatakan selain Batu Menangis,
ada peninggalan Tri Sakti yang juga mempunyai pengaruh atas perjodohan Putri
Slangka. Pak Surya mengatakan Tri Sakti adalah sahabat dari putri Slangka. Tri
Sakti adalah tiga orang putri yang sakti dengan kekuatan yang berbeda. Disana
juga masyarakat sering melakukan ritual-ritual. Narasumber juga mengatakan
ketika melitas didaerah Batu Menagis dan Tri Sakti harus mengatakan “Stabik Nek”
yang artinya sama dengan menyapa atau permisi atau minta izin bahwa kita
mengunjunginya.
Itulah asal usul dari Batu Menangis yang ada di
Suban Air Panas, yang penulis dapatkan. Sampai sekarang Batu Menangis tersebut
masih dipercayai mempunyai kekuatan supranatural.
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Setiap
daerah memiliki kebanggaan atau cerita tersendiri yang diturunkan kepada anak
cucu mereka. Keberadaannnya memang sulit dibuktikan dengan akal pikiran.
Batu
Menangis itu memang benar ada yaitu terdapat di daerah kabupaten Rejang Lebong.
Batu menagis masih dipercaya dapat menangis ketika melakukan ritual-ritual
tertentu khususnya pada malam satu suro.
Batu menangis sendiri berasal dari kisah Putri Slangka yang pernah
menangis di atas batu tersebut, karena perjodohannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar