BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Budaya tidak lepas halnya
dengan tulisan. Budaya akan nampak dari tulisan-tulisan yang mereka punya dan
miliki sebagai pusaka. Jika, tidak ada tulisan pada zaman dahulu, mungkin kita
tidak akan mengenal budaya-budaya leluhur kita. Dahulu, masyarakat di sumatera
bagian selatan (seperti Pasemah, Serawai, Rejang, Lembak, Rawas, Kaur, Lintang,
Organ, serta Lakitan ) mengembangkan tradisi tulis dengan aksara ulu atau
aksara Ka-Ga-Nga, yang merupakan turunan dan perkembangan aksara india yang
oleh Gonda disebut Indonesia Pallava. Naskah-naskah Ka-Ga-Nga dari masyarakat
tersebut tersimpan di perpustakaan dan museum, selain itu ada yang masih tersimpan sebagai pusaka keluarga/desa
. Naskah-naskah itu umumnya ditulis pada media kulit kayu, bambu, tanduk,
rotan, kain, kayu, dan kertas. Naskah-naskah tersebut berisi tentang
budaya-budaya serta berisi tentang ajaran-ajaran islam.
Naskah-naskah Ulu yang
tersimpan di wialayah Bengkulu sebagian besar adalah sebagai pusaka.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana turunan Aksara Pasca Pallawa yang
terdapat di Sumatera dan contoh Aksara tersebut?
2.
Kelompok etnik mana sajakah yang mengembangkan
tradisi tulis Turunan Aksara Pasca Pallawa di Bengkulu?
3.
Apakah Perbedaan atau varian-varian antara
hubungan etnik tradisi tulis ulu? Dan apa saja varian-varian itu?
4.
Bagaimana Translate dari naskah 07.20?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui turunan Aksara Pasca Pallawa yang
terdapat di Sumatera dan contoh Aksaranya.
2.
Mengetahui kelompok etnik mana saja yang
mengembangkan tradisi tulis Turunan Aksara Pasca Pallawa.
3.
Mengetahui perbedaan atau varian-varian antara
hubungan etnik tradisi tulis ulu dan apa saja varian-varian itu.
4.
Mengetahui apa translate dari naskah 07.20
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Turunan
Aksara Pasca Pallawa di Sumatera
Hampir semua aksara daerah di
Indonesia merupakan turunan Aksara Pallawa yang berasal dari daerah India
Selatan. Aksara Jawi, Akara Pegon, dan Aksara Bilang-bilang merupakan turunan
Abjad Arab; sedangkan Aksara Nagari berasal dari daerah India Utara. Baik
Aksara Pallawa maupun Aksara Nagari adalah turunan dari Aksara Brahmi yang
merupakan induk semua aksara di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Beberapa aksara daerah dinamai
menurut susunan huruf-hurufnya atau menurut nama abecedarium aksara
tersebut. Demikianlah maka Aksara Jawa Baru dan Aksara Bali disebut Aksara Hanacaraka; sedangkan Aksara Rejang,
Aksara Kerinci, Aksara Lampung, dan Aksara Sunda Baku disebut juga Aksara
Kaganga mengikuti abecedarium Aksara Pallawa : ka kha ga gha nga.
Aksara Nusantara
merupakan beragam aksara atau tulisan yang digunakan di Nusantara untuk secara khusus menuliskan bahasa daerah
tertentu. Walaupun Abjad Arab dan Alfabet Latin juga seringkali digunakan untuk menuliskan bahasa
daerah, istilah Aksara Nusantara seringkali dikaitkan dengan aksara hasil
inkulturisasi kebudayaan India sebelum berkembangnya Agama Islam di Nusantara dan sebelum kolonialisasi bangsa-bangsa Eropa di Nusantara.
Contoh
dan Turunan/perkembangan aksara Pasca Pallawa di Sumatera.
Aksara Abugida (Batak)
Surat Batak adalah sebuah jenis aksara yang
disebut abugida, jadi merupakan sebuah perpaduan antara alfabet dan aksara suku
kata. Setiap karakter telah mengandung sekaligus konsonan dan vokal dasar.
Vokal dasar ini adalah bunyi /a/. Namun dengan tanda diakritis atau apa yang
disebut anak ni surat dalam bahasa Batak, maka vokal ini bisa diubah-ubah.
Setiap
bahasa Batak memiliki varian Surat Batak sendiri-sendiri.Namun varian-varian
ini tidaklah terlalu berbeda antara satu sama lainnya.
Huruf Incung dan
Rancong Kerinci (Jambi)
Dalam Tambo Kerinci yang disalin oleh Dr. Voorhoede, R. Ng.
Dr. Purbacaraka, H. Veldkamp Conteleur BB, Ny. M.C.J Voorhoeve Bernelet Meens,
kita temui bahwa hampir setiap benda pusaka terdapat tulisan Incung seperti
yang ditemukan pada 87 buah tanduk sapi dan kerbau, 24 buah pada ruas buluh
(bambu), 4 buah tabung buluh, 8 buah kertas gulungan, 3 daun lontar atau pada
kulir kayu (daluang), beberapa tulisan pada mangkuk, tapak kaki gajah, tulang
dan pecahan barang keras lainnya. Benda pusaka itu bisa dilihat ketika
penyimpanannya secara adat diturunkan pada saat perhelatan akbar, seperti
Kenduri Sko (Kenduri Pusaka).
Nenek moyang Kerinci aktif menulis tulisan
Incung. Bagaimana menulisnya, di bawah ini kami mencoba menampilkannya dalam
bentuk sederhana agar mudah di fahami dan dipelajari oleh siapa pun, terutama
anak didik generasi penerus dan bagi wisatawan domestik dan mancanegara yang
tertarik kepada peninggalan kuno Kerinci. Tulisan ini berdasarkan tulisan yang
di buat H. Abdul Kadir Jamil. Dpt pada 17 Maret 1974. (Sumber: H. Norewan, BA).
Selain itu ada juga tulisan lain yang ada di Kerinci ini
yaitu tulisan Rencong, ini berdasarkan penelitian seorang Belanda bernama: L.
C. Westenenk (1922) dalam “Reintjong Schrift. II. Beschreven hoorns in the
landschap Krintji”, in: Tijdscrift voor indische Taal-, Land-, en Volkenkunde
61, Batavia, Albrecht en co./s-Gravenhage. M. Nijhoff. Adapun bentuk hurufnya
adalah sebagai berikut:
Aksara Rejang
(Bengkulu)
Aksara Rencong adalah istilah yang mula-mula digunakan oleh para peneliti Belanda
untuk merujuk pada aksara Surat Ulu yang digunakan di kawasan ulu (pegunungan)
Sumatra, khususnya di Kerinci, Bengkulu, Sumatra Selatan, dan Lampung. Bersama
dengan aksara-aksara daerah lain di Sumatra, Surat Ulu merupakan turunan dari
Aksara Pallawa. Pada masa lalu surat ulu dituliskan pada bambu, tanduk kerbau,
dan kulit kayu.
Aksara Ulu yang kadang-kadang juga dinamakan
Aksara KaGaNga berdasarkan tiga huruf pertama dalam urutan abjadnya, masih
serumpun dengan Surat Batak (aksara Batak). Berdasarkan hasil penelusuran
dengan Google, ternyata Aksara Rencong banyak ragamnya, dan saya mendapatkan contoh aksara Rencong yang cukup lengkap untuk dibuat Font nya
·
contoh
pemakaian
Saat ini akhir tahun 2009 di alam Kompasiana pernah
berdiri kerajaan yang bernama negeri ngocoleria. Negeri ngocoleria ini dipimpin
oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana bernama Baginda ANDY SYOEKRY AMAL dengan permaisuri yang
bernama Nyi Mas Ratu Kencana Inge. Baginda Raja memiliki dua orang selir yaitu
Nyi Mas Rina Sulistiyoningsih dan Nyi Mas Siska Nanda. Kedua selir ini diincar
oleh Menteri pertahanan ngocol yang bernama Adipati Aria Ibeng Suribeng. Untuk
menjaga stabilitas negara dan stabilitas rumah tangga, sengaja Baginda Raja
menikahkan putri satu-satunya yang bernama Nyi Mas kencana Wulung Nopey kepada
Menteri Pertahanan Ngocol Adipati Aria Ibeng Suribeng. Semoga prasasti ini
menjadi bahan pelajaran pada anak cucu jangan terlalu percaya pada menterinya
·
Ditulis
:
sstO aini akOhiR thu]2009 di almO komOpsian
peRnH bERdiri
kErara] y[bERnm nEgEri 'ocoleria nEgEri
'ocoleria aini
dipimOpi] aoleH sEaor[ rj y[ adilO d] bijkOsn
bERnm bgi]d
a]di sukOri amalO dE’] pERmesuri y[ bERnm Ni
msO rtu aI'E
bgi]d rj mEmiliki dua aor[ sEliR yaItu Ni msO
rin sulisOtiyoni[siH d] Ni msO sisOk n]d kEdua sEliR aIni diaIncR aoleH mE]tEri
pERthn] ‘ocolO y[ bERnm adipti aibe[ suribe[
au]tukO mE]jg sOtabilitsO nEgr d] sOtbilitsO
rumH t[g
sE'j bgi]d rj mEnikHk] putOri stu stuN y[ bERnm
Ni msO
kE]cn wulu[ nopeyO kEpd mE]tEri pERthn] ‘ocolO
adipti aria
aibe[ suribe[ sEmog pErssOti aini mE]jdi bh]
pEljr] pd ankO cucu j’] tERlu pERcy pd mE]tEriN
Aksara Lampung
Seperti halnya suku-suku lain di Indonesia,
Lampung memiliki abjad atau aksara sendiri yang dikenal dengan aksara Lampung. Aksara
Lampung yang disebut dengan Had
Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari
India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf
hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris
atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah
di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda
mempunyai nama tersendiri.
Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu
Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan
aksara Rencong, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri
dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga
terdapat lambing, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah
KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20
buah.
Anak
Huruf
ü Anak huruf yang letaknya di atas induk huruf :
|
Bicek,
berbunyi E
|
|
Ulan,
berbunyi I
|
|
Ulan,
berbunyi É
|
|
Datasan,
berbunyi AN
|
|
Rejunjung,
berbunyi AR
|
|
Tekelubang,
berbunyi ANG
|
ü Anak huruf yang letaknya di bawah induk huruf :
|
Bitan,
berbunyi U
|
|
Bitan,
berbunyi O
|
|
Tekelungau,
berbunyi AU
|
ü Anak huruf yang letaknya di belakang induk
huruf :
|
Tekelingai,
berbunyi AI
|
|
Keleniah,
berbunyi AH
|
Tanda Baca dan Angka
ü Tanda Baca :
|
Tanda
MULA
|
|
Tanda
KOMA
|
|
Tanda
TITIK
|
|
Tanda
TANYA
|
|
Tanda
SERU
|
|
Tanda
NENGEN
|
|
Tanda
PENGHUBUNG
|
|
Tanda
ATAU
|
|
Tanda
KUTIP
|
|
Tanda
TITIK DUA
|
|
Tanda
KURUNG
|
ü Angka :
Angka latin : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
8, 9, 10, ... dst
Angka Romawi : I, II, III, IV, V,
VI, VII, ... dst
Angka Lampung :
Surat Ulu adalah
nama lokal dan merupakan istilah yang lazim bagi masyarakat, untuk menyebut
aksara oleh sarjana Barat disebut rencong
atau Ka-Ga-Nga. Berdasarkan
sumber-sumber yang didapat naskah-naskah ulu yang tersimpan di berbagai meseum
dan perpustakaan dan sejumlah naskah yang menjadi milik desa/keluarga di
beberapa tempat, ditemukan bahwa tradisi ulu ini dikenali dan menjadi sejarah,
tradisi ulu ini dikenali dan pernah ada pada masyarakat di beberapa daerah
Sumatera lainnya, seperti Kerinci (di Provinsi Jambi), Rawas, Lintang, Ogan,
Lakitan (di Provinsi Sumatera Selatan), Pasemah, Lembak (di Provinsi Sumatera
Selatan dan Bengkulu), Serawai, Rejang (di Provinsi Bengkulu) serta Lampung dan
Krui ( di Provinsi Lampung).
Aksara
Ulu Kerinci, Ogan, Rejang, Serawai, dan seterusnya, meskipun terdapat juga
perbedaan, terutama bentuk atau perwujudannya (lihat antara lain Van Hasselt,
1881; Sarwono, dkk, 2003). Naskah-naskah ulu tersebut umumnya ditulis dalam
bahasa Melayu atau dialeg Melayu; atau bahasa Lampung untuk naskah-naskah ulu
Lampung.
Jumlah
huruf (grafem) dalam sistem aksara
Ulu Kerinci adalah 28, aksara Ulu Lampung yaitu 19, aksara Ulu Rejang adalah
23, Ulu Pasemah, dan Ulu Serawai adalah 28. Aksara ulu Kerinci mengenal grafem
[ngsa] . sedangkan aksara Ulu
Lampung, Pasemah, dan Rejang tidak mengenal grafem ini. Sebaliknya, aksara Ulu
Serawai mengenal grafem [Ra] velar
atau , sedangkan aksara Ulu
Kerinci dan Lampung tidak mengenal grafem ini. Aksara Ulu Serawai, Pasemah, dan
Organ misalnya, mengenal grafem [mba]
, [nja] atau ,[nda] atau
atau ,dan [ngga] , sedangkan aksara Ulu Lampung tidak
mengenal grafem ini.
Pada
proses penulisan naskah Ulu terjadi penyalinan naskah Ulu, yaitu suatu naskah
Ulu disalin dan kemudian, dari salinan tersebut melahirkan satu atau beberapa
naskah Ulu turunannya. Memang terdapat beberapa naskah Ulu yang berisi teks
sejenis. Ada yang turunan dan ada yang salinan. Misalnya pada penelitan yang
dilakukan Sarwit Sarwon, membuktikan bahwa naskah Ulu koleksi Museum Negeri Bengkulu dengan nomor MNB
07.59, MNB 07.67, MNB 07.68, dan MNB 07.128, berisi kisah terjadinya
adam. Juga naskah Bahud-001 dan
naskah Jalil-002 adalah naskah yang berisi teks serupa, yaitu sifat
20. Akan tetapi, keempat naskah
tersebut bukan salinan. Meskipun keempat
naskah tersebut terdapat adanya kesamaan dalam ejaan atau tata tulisnya, bentuk huruf dan
sandangannya, namun struktur teks dan alur ceritanya memiliki berbeda satu dari
yang lainnya.
Kesamaan ejaan tampak
pada tiadanya sandangan junjung, taling, dan tulung yang
masing-masing diguanakan menyatakan bunyi –r, diftong –aw dan
diftong –ay pada huruf yang dilekatinya. Untuk menyatakan diftong –ay
pada suatu kata pada keempat naskah tersebut digunakan cara yakni dengan
huruf [ya] yang
diikuti sandangan bunuhan; dan untuk menyatakan bunyi penutup –r pada suku
akhir suatu kata digunakan cara dengan huruf [ra-alveolar] atau [Ra-velar] yang dikuti sandangan
bunuhan.
Tabel bandingan bagian
awal naskah MNB 07.59, MNB 07.67, MNB 07.68 dan MNB 07.128
MNB 07.59
|
MNB 07.67
|
MNB 07.68
|
MNB 07.128
|
Sambungan bijabara-il nampa ädam adam baasal jakdi tana
äyiq api angin panjang sapuluwa buka sapuluwa adam ditampa nida nyadi panjang
samilan buka samilan ädam ditampa nida nyadi ….
|
Bijarail nampa adam bumi l-um läng-it l-um äda bumi mpa-y
satapak miring lawut mpa-y sarantang banang lang-it mpa-y saliba-R payung
tampaqla äla dangan tuwan kata ala ….
|
Äsal mula jabara-il manampa adam asalnya tana mulaya
panjang sapuluwa buka sapuluwa ….
|
Sambungan kaduwa juga banyawa datang lagi nga ya ala ya
tuwan kata ya ala ya tuwan kaba bukak na jangan lagi dibukak di jalan sampa-y
….
|
Perhatikan juga doa atau jampi dalam
‟kayiak beterang‟ pada naskah MNB 07.18 dengan doa yang sama sebagaimana
direkam Hardadi (2003) di bawah ini. isi kedua kutipan tersebut pada dasarnya
sama. (Laporan Pekerti.07. Sarwit Sarwono,dkk)
MNB 07.18 (Naskah B)
ini mantara mincung kayin
pincung kanan pincung kiri,
pincung kanan lirang
pincung (li ka) kiri lirang (kiri)
nund[ua]k anak adam,
tepandang kepado aku,
kato ala.
Hardadi (2003)
bismillahirrahmanirrahim
kainku kupincung,
ke kanan mincung,
kainku kupincung,
ke kiri mincung,
banyak tepandang kepado aku
kato alla.
Contoh lain yang
memperlihatkan bahwa teks-teks yang tertulis dalam naskah Ulu juga teks-teks
yang terdapat dalam tradisi lisan dan/atau dalam ritus tradisional, dapat
disimak dari teks serdundum. Teks serdundum adalah teks yang
dibacakan atau dibawakan oleh dukun ketika mempertemukan mempelai pria dan
wanita dalam rangkaian pernikahan menurut adat kelompok etnik Serawai. Kebanyakan naskah Ulu adalah salinan
atau turunan, selain itu naskah Ulu juga dihasilkan dari proses transformasi
teks.
2.
Kelompok etnik yang mengembangkan tradisi tulis
turunan Pasca Pallawa di Bengkulu
Berdasarkan penelitian Sarwit Sarwono
dan kawan-kawan pada Laporan Pekerti. 07, bahan-bahan survei lapangan yang
dilakukan, dan catatan milik Museum Negeri Bengkulu, mencatat sejumlah desa
dalam wilayah Bengkulu yang pernah menyimpan naskah-naskah ulu. Berikut tabel
kelompok etnik masyarakanya:
No.
|
Nama Desa
|
Kecamatan
|
Kabupaten/Etnik
|
|
1.
|
Talang Kabu
|
Alas
|
Seluma/Serawai
|
|
2.
|
Talang Tinggi
|
Alas
|
Seluma/Serawai
|
|
3.
|
Lubuk Betung
|
Alas
|
Seluma/Serawai
|
|
4.
|
Bunut Tinggi
|
Alas
|
Seluma/Serawai
|
|
5.
|
Gunung Mesir
|
Talo
|
Seluma/Serawai
|
|
6.
|
Nanjungan
|
Talo
|
Seluma/Serawai
|
|
7.
|
Nanti Agung
|
Talo
|
Seluma/Serawai
|
|
8.
|
Mara Dua
|
Talo
|
Seluma/Serawai
|
|
9.
|
Maras Tengah
|
Talo
|
Seluma/Serawai
|
|
10.
|
Jambat Akar
|
Talo
|
Seluma/Serawai
|
|
11.
|
Ujung Padang
|
Talo
|
Seluma/Serawai
|
|
12.
|
Lubuk Lintang
|
Tais
|
Seluma/Serawai
|
|
13.
|
Padang Genting
|
Seluma
|
Seluma/Serawai
|
|
14.
|
Rawa Indah
|
Seluma
|
Seluma/Serawai
|
|
15.
|
Napal Jungur
|
Sukaraja
|
Seluma/Serawai
|
|
16.
|
Lubuk Lagan
|
Talo Kecil
|
Seluma/Serawa
|
|
17.
|
Lawang Agung
|
Manna
|
Bengkulu Selatan/Serawai
|
|
18.
|
Padang Jawi
|
Manna
|
Bengkulu Selatan/Serawai
|
|
19.
|
Sukarami
|
Manna
|
Bengkulu Selatan/Serawai
|
|
20.
|
Padang Sialang
|
Manna
|
Bengkulu Selatan/Serawai
|
|
21.
|
Kota Bumi
|
Masat
|
Bengkulu Selatan/Serawai
|
|
22.
|
Padang Serunaian
|
Masat
|
Bengkulu Selatan/Serawai
|
|
23.
|
Sebilo
|
Masat
|
Bengkulu Selatan/Serawai
|
|
24.
|
Padang Guci
|
Kaur Utara
|
Kaur/Pasemah
|
|
25.
|
Gunung Cermin
|
Kinal
|
Kaur /Pasemah
|
|
26.
|
Dusun Baru
|
Kota Padang
|
Rejang Lebong/Lembak
|
|
27.
|
Dusun Sawah
|
Curup
|
Rejang Lebong/Rejang
|
|
28.
|
Pasar Tengah
|
Curup
|
Rejang Lebong/Rejang
|
|
29.
|
Kota Donok
|
Curup
|
Rejang Lebong/Rejang
|
|
30.
|
Palak Curup
|
Curup
|
Rejang Lebong/Rejang
|
|
31.
|
Talang Leak
|
Lebong Tengah
|
Lebong/Rejang
|
|
32.
|
Atas Tebing
|
Lebong Utara
|
Lebong/Rejang
|
|
33.
|
Tanjung Terdana
|
Pondok Kelapa
|
Bengkulu Utara/Rejang
|
|
34.
|
Pondok Kelapa
|
Pondok Kelapa
|
Bengkulu Utara/Rejang
|
|
35.
|
Kembang Seri
|
Talang Empat
|
Bengkulu Utara/Rejang
|
|
36.
|
Sibak
|
Ipuh
|
Mukomuko/Pekal-Rejang
|
|
|
||||
Selain
melalui tabel, dapat pula dilihat penyebaran etniknya melalui peta Scriptorium Ulu di Provinsi Bengkulu.
Penulisan
naskah Ulu (scriptorium) pada tradisi tulis Ulu di Bengkulu yang ada pada
suatu wilayah etnik yaitu mencakup desa-desa, yang pada zaman itu penduduknya
memiliki kemampuan baca-tulis Ulu dan dengan kemampuan tersebut mereka menuliskan
budaya-budaya masyarakatnya ke dalam naskah Ulu. Tradisi tulis Ulu di Bengkulu
terdapat scriptorium Rejang, scriptorium Lembak, scriptorium Serawai,
dan scripto-rium Pasemah. Pada setiap masing-masing scriptorium memiliki
ciri tersendiri yang berlaku secara umum, yang meliputi bentuk huruf dan sandangan,
kaidah ejaan atau penulisan, serta dialek.
Etnik
Serawai di Provinsi Bengkulu pada masa lampau mengembangkan tradisi tulis
dengan aksara yang mereka sebut dengan nama ‘surat Ulu’ (Westenenk, 1922:95).
Aksara Ulu merupakan aksara yang diturunkan atau dikembangkan dari aksara Indonesia Pallava (Gonda, 1973)(Sarwono,
Nunuk J; 2009)
Tradisi
tulis Ulu tersebar di wilayah Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, dan Lampung.
Meliputi berbagai etnik seperti, Ogan, Rawas, Kerinci, Rejang, Lem-bak,
Serawai, Pasemah, dan Lampung (cf. Sturle, 1834 dan 1855; van Hasselt, 1881;
Holle, 1882; van der Tuuk, 1868; Helfrich, 1897; 1904; Westenenk, 1919 dan
1922; Voorhoeve, 1971). Sarjana Barat menyebutkan aksara Ulu dengan istilah rencong.
Dari
data Museum Negeri Bengkulu, naskah yang tersimpan sebagian besar adalah
naskah-naskah Ulu etnik Serawai, tercatat 86 naskah, selebihnya adalah naskah
Ulu Ogan, Rawas, Lembak, Rejang, Pasemah, Kerinci, dan Lampung.
Aksara
Rejang
Nama
|
Aksara
|
Nama
|
Aksara
|
Ka
|
|
Nja
|
|
Ga
|
|
Nda
|
|
Nga
|
|
Mba
|
|
Ta
|
|
Ra
|
|
Da
|
|
Ngka
|
|
Na
|
|
Nca
|
|
Pa
|
|
Nta
|
|
Ba
|
|
Mpa
|
|
Ma
|
|
Luan(i)
|
|
Ca
|
|
Bitan(u)
|
|
Ja
|
|
Tiling(e)
|
|
Nya
|
|
Mico(e), (o)
|
|
Sa
|
|
Jinah(a)
|
|
Ra
|
|
Ratau(-n)
|
|
La
|
|
Tulang(-ng)
|
|
Ya
|
|
Junjung(-r)
|
|
Wa
|
|
Taling(-aw)
|
|
Ha
|
|
Tulang(-ay)
|
|
A
|
|
Bunuhan
|
|
Ngga
|
|
|
|
Aksara
Lembak
Nama
|
Aksara
|
Nama
|
Aksara
|
Ka
|
|
Nja
|
|
Ga
|
|
Nda
|
|
Nga
|
|
Mba
|
|
Ta
|
|
Ra
|
|
Da
|
|
Ngka
|
|
Na
|
|
Nca
|
|
Pa
|
|
Nta
|
|
Ba
|
|
Mpa
|
|
Ma
|
|
Luan(i)
|
|
Ca
|
|
Bitan(u)
|
|
Ja
|
|
Tiling(e)
|
|
Nya
|
|
Mico(e), (o)
|
|
Sa
|
|
Jinah(a)
|
|
Ra
|
|
Ratau(-n)
|
|
La
|
|
Tulang(-ng)
|
|
Ya
|
|
Junjung(-r)
|
|
Wa
|
|
Taling(-aw)
|
|
Ha
|
|
Tulang(-ay)
|
|
A
|
|
Bunuhan
|
|
Ngga
|
|
|
|
Aksara
Pasemah
Nama
|
Aksara
|
Nama
|
Aksara
|
Ka
|
|
Nja
|
|
Ga
|
|
Nda
|
|
Nga
|
|
Mba
|
|
Ta
|
|
Ra
|
|
Da
|
|
Ngka
|
|
Na
|
|
Nca
|
|
Pa
|
|
Nta
|
|
Ba
|
|
Mpa
|
|
Ma
|
|
Luan(i)
|
|
Ca
|
|
Bitan(u)
|
|
Ja
|
|
Tiling(e)
|
|
Nya
|
|
Mico(e), (o)
|
|
Sa
|
|
Jinah(a)
|
|
Ra
|
|
Ratau(-n)
|
|
La
|
|
Tulang(-ng)
|
|
Ya
|
|
Junjung(-r)
|
|
Wa
|
|
Taling(-aw)
|
|
Ha
|
|
Tulang(-ay)
|
|
A
|
|
Bunuhan
|
|
Ngga
|
|
|
|
Aksara
Serawai
Nama
|
Aksara
|
Nama
|
Aksara
|
Ka
|
|
Nja
|
|
Ga
|
|
Nda
|
|
Nga
|
|
Mba
|
|
Ta
|
|
Ra
|
|
Da
|
|
Ngka
|
|
Na
|
|
Nca
|
|
Pa
|
|
Nta
|
|
Ba
|
|
Mpa
|
|
Ma
|
|
Luan(i)
|
|
Ca
|
|
Bitan(u)
|
|
Ja
|
|
Tiling(e)
|
|
Nya
|
|
Mico(e), (o)
|
|
Sa
|
|
Jinah(a)
|
|
Ra
|
|
Ratau(-n)
|
|
La
|
|
Tulang(-ng)
|
|
Ya
|
|
Junjung(-r)
|
|
Wa
|
|
Taling(-aw)
|
|
Ha
|
|
Tulang(-ay)
|
|
A
|
|
Bunuhan
|
|
Ngga
|
|
|
|
3. Varian-varian
atau perbedaan antara hubungan etnik tradisi Ulu di Provinsi Bengkulu
Menurut
mereka varian-varian yang diperkenalkan hanya satu varian bentuk dari setiap
huruf, baik buwah tuwo maupun buah ngimbang. Selanjutnya adalah pengenalan ‘sandang’, mereka menyebutnya
dengan istilah senjato, yang
ditempatkan (a) atas kanan, (b) atas tengah, (c) atas kiri, (d) bawah kanan,
(e) bawah tengah, (f) bawah kiri, dan (g) di depan huruf. Sandangan berfungsi
mengubah bunyi dasar manjadi bunyi vokal, diftong, atau konsonan. Dan ada kombinasi dua sandangan dimungkinkan
dalam penggunaannya.
Jumlah huruf (grafem) dalam
sistem aksara Ulu Kerinci adalah 28, aksara ulu Lampung yaitu 19, aksara Ulu Rejang
adalah 23, Ulu Pasemah, dan Ulu Serawai adalah 28. Aksara ulu Kerinci mengenal
grafem [ngsa] S, sedangkan aksara Ulu Lampung, Pasemah, dan
Rejang tidak mengenal grafem ini. Sebaliknya, aksara Ulu Serawai mengenal
grafem [Ra] velar H atau L, sedangkan aksara Ulu Kerinci dan Lampung tidak
mengenal grafem ini. Aksara Ulu Serawai, Pasemah, dan Ogan misalnya, mengenal
grafem [mba] B, [nja] J atau J, [nda] D atau &
atau #, dan [ngga] G, sedangkan aksara Ulu Lampung tidak mengenal grafem
ini.
Bentuk-bentuk (1) d (Rejang, Pasemah), (2) > (Ogan) dan (3) ^
(Ogan) yang melambangkan grafem [da] pada dasarnya memiliki struktur
yang sama. Apabila elemen garis tegak lurus yang pertama pada contoh (1)
dihilangkan atau tidak dituliskan, maka akan terbentuk bangun seperti pada
contoh (2) sebaliknya jika elemen garis tegak lurus yang kedua disambungkan
akan terbentuk bangun seperti contoh (3). Demikian juga bentuk-bentuk (4) J
(Serawai) dan (5) J (Pasemah) yang melambangkan grafem [nja] pada
hakikatnya memiliki struktur yang sama. Apabila elemen garis tegak lurus yang
pertama dan kedua dihilangkan pada contoh (4), maka akan terbentuk bangun
seperti pada (5). Bentuk (6) k (Serawai) dan (7) k (Rejang, Ogan, Lembak) yang
melambangkan grafem [ka] pada dasarnya sama dari segi strukturnya. Juga
bentuk-bentuk (8) w, (9) û yang melambangkan grafem [wa].
Bentuk-bentuk yang dicontohkan umumnya memiliki struktur yang sama. Perbedaan-perbedaan
bentuk grafem di ilustrasikan di atas
bersifat varian dari stuktur yang sama. Perbedaan variasi tersebut yaitu pada
cara penulisan suatu grafem. Adanya kemungkinan perbedaan atau varian tersebut
berhubungan dengan bahan naskah, serta jenis alat tulis yang dipakai, atau gaya
selingkung.
Variasi
bentuk huruf dan sandangan berhubungan dengan etnik atau subetnik pendukung
tradisi Ulu, seperti Rejang, Serawai, Pasemah, dan Lembak.
Tabel
Bentuk dan Jenis Huruf Ulu
|
Variasi
bentuk huruf
|
Jenis Huruf
|
ka
|
|
Buwah Tuwo
|
ga
|
|
|
nga
|
|
|
ta
|
|
|
da
|
|
|
na
|
|
|
ca
|
|
|
ja
|
|
|
nya
|
|
|
pa
|
|
|
ba
|
|
|
ma
|
|
|
sa
|
|
|
ra
|
|
|
la
|
|
|
ya
|
|
|
wa
|
|
|
ha
|
|
|
mba
|
|
|
nda
|
|
|
nja
|
|
|
ngga
|
|
|
a
|
|
|
Ra
|
|
|
ngka
|
|
Buwah ngimbang
|
nca
|
|
|
nta
|
|
|
mpa
|
|
Tabel Bentuk dan Fungsi Sandang Ulu
Nama Sandangan
|
Bentuk dan Variasinya
|
Letak
|
Fungsi
|
Luan (i)
|
atau
|
atas kiri atau
atas kanan
|
mengubah huruf
menjadi bunyi -i
|
Bitan (u)
|
|
bawah kiri
|
mengubah huruf
menjadi bunyi –u
|
Tiling (é)
|
|
atas tengah
|
mengubah huruf
menjadi bunyi –é
|
Mico (o)
atau (ê)
|
atau
|
atas tengah dan
bawah tengah
atas tengah
|
mengubah huruf
menjadi bunyi –o atau -ê
|
Jinah (a)
atau (-h)
|
|
bawah kanan
|
mengubah huruf
menjadi bunyi –a atau -ah
|
Ratau (-n) atau
Duo di atas
|
|
atas kanan
|
mengubah huruf
menjadi bunyi –n
|
Tulang (-ng)
|
|
atas kanan
|
mengubah huruf
menjadi bunyi –ng
|
Junjung (-r)
|
atau
|
atas kanan
|
mengubah huruf
menjadi bunyi –r
|
Taling (-aw)
|
|
bawah kiri
|
mengubah huruf
menjadi diftong–aw
|
Tulung (-ay)
|
atau
atau
atau
|
atas kanan
|
mengubah huruf
menjadi diftong–ay
|
Bunuhan
|
atau
atau atau
atau
atau
|
depan
|
mengubah huruf
menjadi konsonan (misal –k)
|
Fakta menunjukkan adanya dua varian bentuk uruf ,
sandangan dan kaidah ejaan yang muncul pada satu naskah.
4.
MNB 07.20-Bimbang Belepau
Satu Ruas Bambu, panjang 57cm, diameter 6,5 cm.
Naskah utuh, tulisan jarang dan besar; jelas terbaca
Secara
adat bimbang belepau mulay ngupul kaadiyaak sanale negek lepaw atap. Watak jesarungan poia yiale urang tigo ataw urang
mpat sambalannyo jak dirung pangkal daging sisip sebabak mangka nagantar arang
malam malu nanam pengurus imam bimbang langngi urusan kelam dasa sangik nelepan
tuwuiknang anak balay. Anak balay dituwakan jago periasan tuwu kerja lanang
tuwu keras tino ulu jenang tu biya lu tukang sedak, tukang gendang, tukang
seruanay, tangidate ke basuwe mangkuak, piring, tukang tu ayiak anget waktu kebawa disemliya pukang
agung sepukang lalu ngakrak balay pukang tangan sutiak lalu nga pejadi muwanay
hubing balay sekulak ajungan besira dagung sambat. Sebatang lalu nga depati
penyemayan lalu nga imam dusun sekulak, lalu nag tuwo kerja, tuwo kerjo bebagi
ngajenang-enang sekulak lalu nga tuwo kerjo tino bebagi nga tukang cadak nasi,
gulay nga tukang dangan sekulak lalu tuwa inang delapan bebagi nga satanyak
inang delapan, sekulak utua tepe ngenjuwak nga segala pinjaman anak balay,
kabaliak dinju’i keranjang sebuwa, serong niru bakal di njuak lamn sepuluwa
pade sekuluwar, gabuting ngenjuwak pane. Bahan ngenetuwe lanang buru resep mating
ngametuwa tino keluak selembar kayin dugan selembar waktu berulang sunut
pengantin ngenjuak pelopenye mbuhan nga meluwa lanang nga watuwa tino secakap.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Hampir semua aksara daerah di Indonesia merupakan
turunan Aksara Pallawa yang berasal dari daerah India Selatan. Aksara Jawi,
Akara Pegon, dan Aksara Bilang-bilang merupakan turunan Abjad Arab; sedangkan
Aksara Nagari berasal dari daerah India Utara. Baik Aksara Pallawa maupun
Aksara Nagari adalah turunan dari Aksara Brahmi yang merupakan induk semua
aksara di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
2. Penulisan
naskah Ulu (scriptorium) pada tradisi tulis Ulu di Bengkulu yang ada
pada suatu wilayah etnik yaitu mencakup desa-desa, yang pada zaman itu
penduduknya memiliki kemampuan baca-tulis Ulu dan dengan kemampuan
tersebut mereka menuliskan budaya-budaya masyarakatnya ke dalam naskah Ulu. Tradisi
tulis Ulu di Bengkulu terdapat scriptorium Rejang, scriptorium Lembak,
scriptorium Serawai, dan scripto-rium Pasemah. Pada setiap masing-masing
scriptorium memiliki ciri tersendiri yang berlaku secara umum, yang meliputi
bentuk huruf dan sandangan, kaidah ejaan atau penulisan, serta dialek.
3.
Umumnya struktur bentuk grafem memiliki sifat varian dari stuktur
yang sama. Perbedaan variasi disebabkan karena bahan naskah, serta jenis alat
tulis yang dipakai, atau gaya selingkung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar