Selasa, 04 Desember 2012

SASTRA DAERAH


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Budaya tidak lepas halnya dengan tulisan. Budaya akan nampak dari tulisan-tulisan yang mereka punya dan miliki sebagai pusaka. Jika, tidak ada tulisan pada zaman dahulu, mungkin kita tidak akan mengenal budaya-budaya leluhur kita. Dahulu, masyarakat di sumatera bagian selatan (seperti Pasemah, Serawai, Rejang, Lembak, Rawas, Kaur, Lintang, Organ, serta Lakitan ) mengembangkan tradisi tulis dengan aksara ulu atau aksara Ka-Ga-Nga, yang merupakan turunan dan perkembangan aksara india yang oleh Gonda disebut Indonesia Pallava. Naskah-naskah Ka-Ga-Nga dari masyarakat tersebut tersimpan di perpustakaan dan museum, selain itu ada  yang masih tersimpan sebagai pusaka keluarga/desa . Naskah-naskah itu umumnya ditulis pada media kulit kayu, bambu, tanduk, rotan, kain, kayu, dan kertas. Naskah-naskah tersebut berisi tentang budaya-budaya serta berisi tentang ajaran-ajaran islam.
Naskah-naskah Ulu yang tersimpan di wialayah Bengkulu sebagian besar adalah sebagai pusaka.
B.     Rumusan Masalah
1.             Bagaimana turunan Aksara Pasca Pallawa yang terdapat di Sumatera dan contoh Aksara tersebut?
2.             Kelompok etnik mana sajakah yang mengembangkan tradisi tulis Turunan Aksara Pasca Pallawa di Bengkulu?
3.             Apakah Perbedaan atau varian-varian antara hubungan etnik tradisi tulis ulu? Dan apa saja varian-varian itu?
4.             Bagaimana Translate dari naskah 07.20?

C.    Tujuan
1.             Mengetahui turunan Aksara Pasca Pallawa yang terdapat di Sumatera dan contoh Aksaranya.
2.             Mengetahui kelompok etnik mana saja yang mengembangkan tradisi tulis Turunan Aksara Pasca Pallawa.
3.             Mengetahui perbedaan atau varian-varian antara hubungan etnik tradisi tulis ulu dan apa saja varian-varian itu.
4.             Mengetahui apa translate dari naskah 07.20


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Turunan Aksara Pasca Pallawa di Sumatera
Hampir semua aksara daerah di Indonesia merupakan turunan Aksara Pallawa yang berasal dari daerah India Selatan. Aksara Jawi, Akara Pegon, dan Aksara Bilang-bilang merupakan turunan Abjad Arab; sedangkan Aksara Nagari berasal dari daerah India Utara. Baik Aksara Pallawa maupun Aksara Nagari adalah turunan dari Aksara Brahmi yang merupakan induk semua aksara di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Beberapa aksara daerah dinamai menurut susunan huruf-hurufnya atau menurut nama abecedarium aksara tersebut. Demikianlah maka Aksara Jawa Baru dan Aksara Bali disebut Aksara Hanacaraka; sedangkan Aksara Rejang, Aksara Kerinci, Aksara Lampung, dan Aksara Sunda Baku disebut juga Aksara Kaganga mengikuti abecedarium Aksara Pallawa : ka kha ga gha nga.
Aksara Nusantara merupakan beragam aksara atau tulisan yang digunakan di Nusantara untuk secara khusus menuliskan bahasa daerah tertentu. Walaupun Abjad Arab dan Alfabet Latin juga seringkali digunakan untuk menuliskan bahasa daerah, istilah Aksara Nusantara seringkali dikaitkan dengan aksara hasil inkulturisasi kebudayaan India sebelum berkembangnya Agama Islam di Nusantara dan sebelum kolonialisasi bangsa-bangsa Eropa di Nusantara.
Contoh dan Turunan/perkembangan aksara Pasca Pallawa di Sumatera.
Aksara Abugida (Batak)
Surat Batak adalah sebuah jenis aksara yang disebut abugida, jadi merupakan sebuah perpaduan antara alfabet dan aksara suku kata. Setiap karakter telah mengandung sekaligus konsonan dan vokal dasar. Vokal dasar ini adalah bunyi /a/. Namun dengan tanda diakritis atau apa yang disebut anak ni surat dalam bahasa Batak, maka vokal ini bisa diubah-ubah.
     Setiap bahasa Batak memiliki varian Surat Batak sendiri-sendiri.Namun varian-varian ini tidaklah terlalu berbeda antara satu sama lainnya.
http://oediku.files.wordpress.com/2010/04/aksara-abugida-batak.jpg?w=209&h=300
Huruf Incung dan Rancong Kerinci (Jambi)
          Dalam Tambo Kerinci yang disalin oleh Dr. Voorhoede, R. Ng. Dr. Purbacaraka, H. Veldkamp Conteleur BB, Ny. M.C.J Voorhoeve Bernelet Meens, kita temui bahwa hampir setiap benda pusaka terdapat tulisan Incung seperti yang ditemukan pada 87 buah tanduk sapi dan kerbau, 24 buah pada ruas buluh (bambu), 4 buah tabung buluh, 8 buah kertas gulungan, 3 daun lontar atau pada kulir kayu (daluang), beberapa tulisan pada mangkuk, tapak kaki gajah, tulang dan pecahan barang keras lainnya. Benda pusaka itu bisa dilihat ketika penyimpanannya secara adat diturunkan pada saat perhelatan akbar, seperti Kenduri Sko (Kenduri Pusaka).
                      Nenek moyang Kerinci aktif menulis tulisan Incung. Bagaimana menulisnya, di bawah ini kami mencoba menampilkannya dalam bentuk sederhana agar mudah di fahami dan dipelajari oleh siapa pun, terutama anak didik generasi penerus dan bagi wisatawan domestik dan mancanegara yang tertarik kepada peninggalan kuno Kerinci. Tulisan ini berdasarkan tulisan yang di buat H. Abdul Kadir Jamil. Dpt pada 17 Maret 1974. (Sumber: H. Norewan, BA).
http://oediku.files.wordpress.com/2010/04/tulisan-incung-kerinci.jpg?w=191&h=300
          Selain itu ada juga tulisan lain yang ada di Kerinci ini yaitu tulisan Rencong, ini berdasarkan penelitian seorang Belanda bernama: L. C. Westenenk (1922) dalam “Reintjong Schrift. II. Beschreven hoorns in the landschap Krintji”, in: Tijdscrift voor indische Taal-, Land-, en Volkenkunde 61, Batavia, Albrecht en co./s-Gravenhage. M. Nijhoff. Adapun bentuk hurufnya adalah sebagai berikut:
http://oediku.files.wordpress.com/2010/04/aksara-rencong-kerinci.png?w=282&h=300


Aksara Rejang (Bengkulu)
Berikut ditampilkan aksara Rejang yang berasal dari Bengkulu:
http://oediku.files.wordpress.com/2010/04/aksara-rejang.jpg?w=300&h=142
Aksara Rencong adalah istilah yang mula-mula digunakan oleh para peneliti Belanda untuk merujuk pada aksara Surat Ulu yang digunakan di kawasan ulu (pegunungan) Sumatra, khususnya di Kerinci, Bengkulu, Sumatra Selatan, dan Lampung. Bersama dengan aksara-aksara daerah lain di Sumatra, Surat Ulu merupakan turunan dari Aksara Pallawa. Pada masa lalu surat ulu dituliskan pada bambu, tanduk kerbau, dan kulit kayu.
Aksara Ulu yang kadang-kadang juga dinamakan Aksara KaGaNga berdasarkan tiga huruf pertama dalam urutan abjadnya, masih serumpun dengan Surat Batak (aksara Batak). Berdasarkan hasil penelusuran dengan Google, ternyata Aksara Rencong banyak ragamnya, dan saya mendapatkan contoh aksara Rencong yang cukup lengkap untuk dibuat Font nya
http://stat.ks.kidsklik.com/files/2009/12/rencong.png

http://stat.ks.kidsklik.com/files/2009/12/21-hurup.jpg
http://stat.ks.kidsklik.com/files/2009/12/11-hurup.jpg
·         contoh pemakaian
Saat ini akhir tahun 2009 di alam Kompasiana pernah berdiri kerajaan yang bernama negeri ngocoleria. Negeri ngocoleria ini dipimpin oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana bernama Baginda ANDY SYOEKRY AMAL dengan permaisuri yang bernama Nyi Mas Ratu Kencana Inge. Baginda Raja memiliki dua orang selir yaitu Nyi Mas Rina Sulistiyoningsih dan Nyi Mas Siska Nanda. Kedua selir ini diincar oleh Menteri pertahanan ngocol yang bernama Adipati Aria Ibeng Suribeng. Untuk menjaga stabilitas negara dan stabilitas rumah tangga, sengaja Baginda Raja menikahkan putri satu-satunya yang bernama Nyi Mas kencana Wulung Nopey kepada Menteri Pertahanan Ngocol Adipati Aria Ibeng Suribeng. Semoga prasasti ini menjadi bahan pelajaran pada anak cucu jangan terlalu percaya pada menterinya
·         Ditulis :
sstO aini akOhiR thu]2009 di almO komOpsian peRnH bERdiri
kErara] y[bERnm nEgEri 'ocoleria nEgEri 'ocoleria aini
dipimOpi] aoleH sEaor[ rj y[ adilO d] bijkOsn bERnm bgi]d
a]di sukOri amalO dE’] pERmesuri y[ bERnm Ni msO rtu aI'E
bgi]d rj mEmiliki dua aor[ sEliR yaItu Ni msO rin sulisOtiyoni[siH d] Ni msO sisOk n]d kEdua sEliR aIni diaIncR aoleH mE]tEri pERthn] ‘ocolO y[ bERnm adipti aibe[ suribe[
au]tukO mE]jg sOtabilitsO nEgr d] sOtbilitsO rumH t[g
sE'j bgi]d rj mEnikHk] putOri stu stuN y[ bERnm Ni msO
kE]cn wulu[ nopeyO kEpd mE]tEri pERthn] ‘ocolO adipti aria
aibe[ suribe[ sEmog pErssOti aini mE]jdi bh] pEljr] pd ankO cucu j’] tERlu pERcy pd mE]tEriN
·         Hasilnyahttp://stat.ks.kidsklik.com/files/2009/12/hasil4.jpg
Aksara Lampung
Seperti halnya suku-suku lain di Indonesia, Lampung memiliki abjad atau aksara sendiri yang dikenal dengan aksara Lampung. Aksara Lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.
Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.
Aksara Abjad Lampung
Anak Huruf
ü  Anak huruf yang letaknya di atas induk huruf :
Bicek, berbunyi E
Bicek, berbunyi E
Ulan, berbunyi I
Ulan, berbunyi I
Ulan, berbunyi É
Ulan, berbunyi É
Datasan, berbunyi AN
Datasan, berbunyi AN
Rejunjung, berbunyi AR
Rejunjung, berbunyi AR
Tekelubang, berbunyi ANG
Tekelubang, berbunyi ANG

ü  Anak huruf yang letaknya di bawah induk huruf :
Bitan, berbunyi U
Bitan, berbunyi U
Bitan, berbunyi O
Bitan, berbunyi O
Tekelungau, berbunyi AU
Tekelungau, berbunyi AU
ü  Anak huruf yang letaknya di belakang induk huruf :
Tekelingai, berbunyi AI
Tekelingai, berbunyi AI
Keleniah, berbunyi AH
Keleniah, berbunyi AH
Tanda Baca dan Angka
ü  Tanda Baca :
Tanda MULA
Tanda MULA
Tanda KOMA
Tanda KOMA
Tanda TITIK
Tanda TITIK
Tanda TANYA
Tanda TANYA
Tanda SERU
Tanda SERU
Tanda NENGEN
Tanda NENGEN
Tanda PENGHUBUNG
Tanda PENGHUBUNG
Tanda ATAU
Tanda ATAU
Tanda KUTIP
Tanda KUTIP
Tanda TITIK DUA
Tanda TITIK DUA
Tanda KURUNG
Tanda KURUNG

ü Angka :
Angka latin : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, ... dst
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, ... dst
Angka Lampung :
Angka Lampung

Surat Ulu adalah nama lokal dan merupakan istilah yang lazim bagi masyarakat, untuk menyebut aksara oleh sarjana Barat disebut rencong atau Ka-Ga-Nga. Berdasarkan sumber-sumber yang didapat naskah-naskah ulu yang tersimpan di berbagai meseum dan perpustakaan dan sejumlah naskah yang menjadi milik desa/keluarga di beberapa tempat, ditemukan bahwa tradisi ulu ini dikenali dan menjadi sejarah, tradisi ulu ini dikenali dan pernah ada pada masyarakat di beberapa daerah Sumatera lainnya, seperti Kerinci (di Provinsi Jambi), Rawas, Lintang, Ogan, Lakitan (di Provinsi Sumatera Selatan), Pasemah, Lembak (di Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu), Serawai, Rejang (di Provinsi Bengkulu) serta Lampung dan Krui ( di Provinsi Lampung).
Aksara Ulu Kerinci, Ogan, Rejang, Serawai, dan seterusnya, meskipun terdapat juga perbedaan, terutama bentuk atau perwujudannya (lihat antara lain Van Hasselt, 1881; Sarwono, dkk, 2003). Naskah-naskah ulu tersebut umumnya ditulis dalam bahasa Melayu atau dialeg Melayu; atau bahasa Lampung untuk naskah-naskah ulu Lampung.
Jumlah huruf (grafem) dalam sistem aksara Ulu Kerinci adalah 28, aksara Ulu Lampung yaitu 19, aksara Ulu Rejang adalah 23, Ulu Pasemah, dan Ulu Serawai adalah 28. Aksara ulu Kerinci mengenal grafem [ngsa]       . sedangkan aksara Ulu Lampung, Pasemah, dan Rejang tidak mengenal grafem ini. Sebaliknya, aksara Ulu Serawai mengenal grafem [Ra] velar     atau     , sedangkan aksara Ulu Kerinci dan Lampung tidak mengenal grafem ini. Aksara Ulu Serawai, Pasemah, dan Organ misalnya, mengenal grafem [mba]     , [nja]       atau      ,[nda]      atau      atau      ,dan [ngga]       , sedangkan aksara Ulu Lampung tidak mengenal grafem ini.
Pada proses penulisan naskah Ulu terjadi penyalinan naskah Ulu, yaitu suatu naskah Ulu disalin dan kemudian, dari salinan tersebut melahirkan satu atau beberapa naskah Ulu turunannya. Memang terdapat beberapa naskah Ulu yang berisi teks sejenis. Ada yang turunan dan ada yang salinan. Misalnya pada penelitan yang dilakukan Sarwit Sarwon, membuktikan bahwa naskah Ulu koleksi Museum Negeri Bengkulu dengan nomor MNB 07.59, MNB 07.67, MNB 07.68, dan MNB 07.128, berisi kisah terjadinya adam. Juga naskah Bahud-001 dan naskah Jalil-002 adalah naskah yang berisi teks serupa, yaitu sifat 20.  Akan tetapi, keempat naskah tersebut  bukan salinan. Meskipun keempat naskah tersebut terdapat adanya kesamaan dalam ejaan  atau tata tulisnya, bentuk huruf dan sandangannya, namun struktur teks dan alur ceritanya memiliki berbeda satu dari yang lainnya.
Kesamaan ejaan tampak pada tiadanya sandangan junjung, taling, dan tulung yang masing-masing diguanakan menyatakan bunyi –r, diftong –aw dan diftong –ay pada huruf yang dilekatinya. Untuk menyatakan diftong –ay pada suatu kata pada keempat naskah tersebut digunakan cara yakni dengan huruf [ya]  yang diikuti sandangan bunuhan; dan untuk menyatakan bunyi penutup –r pada suku akhir suatu kata digunakan cara dengan huruf [ra-alveolar]  atau [Ra-velar]  yang dikuti sandangan bunuhan.
Tabel bandingan bagian awal naskah MNB 07.59, MNB 07.67, MNB 07.68 dan MNB 07.128
MNB 07.59
MNB 07.67
MNB 07.68
MNB 07.128
Sambungan bijabara-il nampa ädam adam baasal jakdi tana äyiq api angin panjang sapuluwa buka sapuluwa adam ditampa nida nyadi panjang samilan buka samilan ädam ditampa nida nyadi ….
Bijarail nampa adam bumi l-um läng-it l-um äda bumi mpa-y satapak miring lawut mpa-y sarantang banang lang-it mpa-y saliba-R payung tampaqla äla dangan tuwan kata ala ….
Äsal mula jabara-il manampa adam asalnya tana mulaya panjang sapuluwa buka sapuluwa ….
Sambungan kaduwa juga banyawa datang lagi nga ya ala ya tuwan kata ya ala ya tuwan kaba bukak na jangan lagi dibukak di jalan sampa-y ….

Perhatikan juga doa atau jampi dalam ‟kayiak beterang‟ pada naskah MNB 07.18 dengan doa yang sama sebagaimana direkam Hardadi (2003) di bawah ini. isi kedua kutipan tersebut pada dasarnya sama. (Laporan Pekerti.07. Sarwit Sarwono,dkk)


MNB 07.18 (Naskah B)
ini mantara mincung kayin
pincung kanan pincung kiri,
pincung kanan lirang
pincung (li ka) kiri lirang (kiri)
nund[ua]k anak adam,
tepandang kepado aku,
kato ala.
Hardadi (2003)
bismillahirrahmanirrahim
kainku kupincung,
ke kanan mincung,
kainku kupincung,
ke kiri mincung,
banyak tepandang kepado aku
kato alla.


http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/f/f7/Palllawa1.jpgContoh lain yang memperlihatkan bahwa teks-teks yang tertulis dalam naskah Ulu juga teks-teks yang terdapat dalam tradisi lisan dan/atau dalam ritus tradisional, dapat disimak dari teks serdundum. Teks serdundum adalah teks yang dibacakan atau dibawakan oleh dukun ketika mempertemukan mempelai pria dan wanita dalam rangkaian pernikahan menurut adat kelompok etnik Serawai.  Kebanyakan naskah Ulu adalah salinan atau turunan, selain itu naskah Ulu juga dihasilkan dari proses transformasi teks.

2.      Kelompok etnik yang mengembangkan tradisi tulis turunan Pasca Pallawa di Bengkulu
Berdasarkan penelitian Sarwit Sarwono dan kawan-kawan pada Laporan Pekerti. 07, bahan-bahan survei lapangan yang dilakukan, dan catatan milik Museum Negeri Bengkulu, mencatat sejumlah desa dalam wilayah Bengkulu yang pernah menyimpan naskah-naskah ulu. Berikut tabel kelompok etnik masyarakanya: 
No.
Nama Desa
Kecamatan
Kabupaten/Etnik
1.
Talang Kabu
Alas
Seluma/Serawai
2.
Talang Tinggi
Alas
Seluma/Serawai
3.
Lubuk Betung
Alas
Seluma/Serawai
4.
Bunut Tinggi
Alas
Seluma/Serawai
5.
Gunung Mesir
Talo
Seluma/Serawai
6.
Nanjungan
Talo
Seluma/Serawai
7.
Nanti Agung
Talo
Seluma/Serawai
8.
Mara Dua
Talo
Seluma/Serawai
9.
Maras Tengah
Talo
Seluma/Serawai
10.
Jambat Akar
Talo
Seluma/Serawai
11.
Ujung Padang
Talo
Seluma/Serawai
12.
Lubuk Lintang
Tais
Seluma/Serawai
13.
Padang Genting
Seluma
Seluma/Serawai
14.
Rawa Indah
Seluma
Seluma/Serawai
15.
Napal Jungur
Sukaraja
Seluma/Serawai
16.
Lubuk Lagan
Talo Kecil
Seluma/Serawa
17.
Lawang Agung
Manna
Bengkulu Selatan/Serawai
18.
Padang Jawi
Manna
Bengkulu Selatan/Serawai
19.
Sukarami
Manna
Bengkulu Selatan/Serawai
20.
Padang Sialang
Manna
Bengkulu Selatan/Serawai
21.
Kota Bumi
Masat
Bengkulu Selatan/Serawai
22.
Padang Serunaian
Masat
Bengkulu Selatan/Serawai
23.
Sebilo
Masat
Bengkulu Selatan/Serawai
24.
Padang Guci
Kaur Utara
Kaur/Pasemah
25.
Gunung Cermin
Kinal
Kaur /Pasemah
26.
Dusun Baru
Kota Padang
Rejang Lebong/Lembak
27.
Dusun Sawah
Curup
Rejang Lebong/Rejang
28.
Pasar Tengah
Curup
Rejang Lebong/Rejang
29.
Kota Donok
Curup
Rejang Lebong/Rejang
30.
Palak Curup
Curup
Rejang Lebong/Rejang
31.
Talang Leak
Lebong Tengah
Lebong/Rejang
32.
Atas Tebing
Lebong Utara
Lebong/Rejang
33.
Tanjung Terdana
Pondok Kelapa
Bengkulu Utara/Rejang
34.
Pondok Kelapa
Pondok Kelapa
Bengkulu Utara/Rejang
35.
Kembang Seri
Talang Empat
Bengkulu Utara/Rejang
36.
Sibak
Ipuh
Mukomuko/Pekal-Rejang






            Selain melalui tabel, dapat pula dilihat penyebaran etniknya melalui peta Scriptorium Ulu di Provinsi Bengkulu.
           

Penulisan naskah Ulu (scriptorium) pada tradisi tulis Ulu di Bengkulu yang ada pada suatu wilayah etnik yaitu mencakup desa-desa, yang pada zaman itu penduduknya memiliki kemampuan baca-tulis Ulu dan dengan kemampuan tersebut mereka menuliskan budaya-budaya masyarakatnya ke dalam naskah Ulu. Tradisi tulis Ulu di Bengkulu terdapat scriptorium Rejang, scriptorium Lembak, scriptorium Serawai, dan scripto-rium Pasemah. Pada setiap masing-masing scriptorium memiliki ciri tersendiri yang berlaku secara umum, yang meliputi bentuk huruf dan sandangan, kaidah ejaan atau penulisan, serta dialek.
Etnik Serawai di Provinsi Bengkulu pada masa lampau mengembangkan tradisi tulis dengan aksara yang mereka sebut dengan nama ‘surat Ulu’ (Westenenk, 1922:95). Aksara Ulu merupakan aksara yang diturunkan atau dikembangkan dari aksara Indonesia Pallava (Gonda, 1973)(Sarwono, Nunuk J; 2009)
Tradisi tulis Ulu tersebar di wilayah Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, dan Lampung. Meliputi berbagai etnik seperti, Ogan, Rawas, Kerinci, Rejang, Lem-bak, Serawai, Pasemah, dan Lampung (cf. Sturle, 1834 dan 1855; van Hasselt, 1881; Holle, 1882; van der Tuuk, 1868; Helfrich, 1897; 1904; Westenenk, 1919 dan 1922; Voorhoeve, 1971). Sarjana Barat menyebutkan aksara Ulu dengan istilah rencong.
Dari data Museum Negeri Bengkulu, naskah yang tersimpan sebagian besar adalah naskah-naskah Ulu etnik Serawai, tercatat 86 naskah, selebihnya adalah naskah Ulu Ogan, Rawas, Lembak, Rejang, Pasemah, Kerinci, dan Lampung.
Aksara Rejang
Nama
Aksara
Nama
Aksara
Ka

Nja

Ga

Nda

Nga

Mba

Ta

Ra

Da

Ngka

Na

Nca

Pa

Nta

Ba

Mpa

Ma

Luan(i)

Ca

Bitan(u)

Ja

Tiling(e)

Nya

Mico(e), (o)

Sa

Jinah(a)

Ra

Ratau(-n)

La

Tulang(-ng)

Ya

Junjung(-r)

Wa

Taling(-aw)

Ha

Tulang(-ay)

A

Bunuhan

Ngga




Aksara Lembak
Nama
Aksara
Nama
Aksara
Ka

Nja

Ga

Nda

Nga

Mba

Ta

Ra

Da

Ngka

Na

Nca

Pa

Nta

Ba

Mpa

Ma

Luan(i)

Ca

Bitan(u)

Ja

Tiling(e)

Nya

Mico(e), (o)

Sa

Jinah(a)

Ra

Ratau(-n)

La

Tulang(-ng)

Ya

Junjung(-r)

Wa

Taling(-aw)

Ha

Tulang(-ay)

A

Bunuhan

Ngga






Aksara Pasemah
Nama
Aksara
Nama
Aksara
Ka

Nja

Ga

Nda

Nga

Mba

Ta

Ra

Da

Ngka

Na

Nca

Pa

Nta

Ba

Mpa

Ma

Luan(i)

Ca

Bitan(u)

Ja

Tiling(e)

Nya

Mico(e), (o)

Sa

Jinah(a)

Ra

Ratau(-n)

La

Tulang(-ng)

Ya

Junjung(-r)

Wa

Taling(-aw)

Ha

Tulang(-ay)

A

Bunuhan

Ngga




Aksara Serawai
Nama
Aksara
Nama
Aksara
Ka

Nja

Ga

Nda

Nga

Mba

Ta

Ra

Da

Ngka

Na

Nca

Pa

Nta

Ba

Mpa

Ma

Luan(i)

Ca

Bitan(u)

Ja

Tiling(e)

Nya

Mico(e), (o)

Sa

Jinah(a)

Ra

Ratau(-n)

La

Tulang(-ng)

Ya

Junjung(-r)

Wa

Taling(-aw)

Ha

Tulang(-ay)

A

Bunuhan

Ngga





3. Varian-varian atau perbedaan antara hubungan etnik tradisi Ulu di Provinsi Bengkulu
            Menurut mereka varian-varian yang diperkenalkan hanya satu varian bentuk dari setiap huruf, baik buwah tuwo maupun buah ngimbang. Selanjutnya adalah  pengenalan ‘sandang’, mereka menyebutnya dengan istilah senjato, yang ditempatkan (a) atas kanan, (b) atas tengah, (c) atas kiri, (d) bawah kanan, (e) bawah tengah, (f) bawah kiri, dan (g) di depan huruf. Sandangan berfungsi mengubah bunyi dasar manjadi bunyi vokal, diftong, atau konsonan.  Dan ada kombinasi dua sandangan dimungkinkan dalam penggunaannya.
            Jumlah huruf (grafem) dalam sistem aksara Ulu Kerinci adalah 28, aksara ulu Lampung yaitu 19, aksara Ulu Rejang adalah 23, Ulu Pasemah, dan Ulu Serawai adalah 28. Aksara ulu Kerinci mengenal grafem [ngsa] S, sedangkan aksara Ulu Lampung, Pasemah, dan Rejang tidak mengenal grafem ini. Sebaliknya, aksara Ulu Serawai mengenal grafem [Ra] velar H atau L, sedangkan aksara Ulu Kerinci dan Lampung tidak mengenal grafem ini. Aksara Ulu Serawai, Pasemah, dan Ogan misalnya, mengenal grafem [mba] B, [nja] J atau J, [nda] D atau & atau #, dan [ngga] G, sedangkan aksara Ulu Lampung tidak mengenal grafem ini.
Bentuk-bentuk (1) d (Rejang, Pasemah), (2) > (Ogan) dan (3) ^ (Ogan) yang melambangkan grafem [da] pada dasarnya memiliki struktur yang sama. Apabila elemen garis tegak lurus yang pertama pada contoh (1) dihilangkan atau tidak dituliskan, maka akan terbentuk bangun seperti pada contoh (2) sebaliknya jika elemen garis tegak lurus yang kedua disambungkan akan terbentuk bangun seperti contoh (3). Demikian juga bentuk-bentuk (4) J (Serawai) dan (5) J (Pasemah) yang melambangkan grafem [nja] pada hakikatnya memiliki struktur yang sama. Apabila elemen garis tegak lurus yang pertama dan kedua dihilangkan pada contoh (4), maka akan terbentuk bangun seperti pada (5). Bentuk (6) k (Serawai) dan (7) k (Rejang, Ogan, Lembak) yang melambangkan grafem [ka] pada dasarnya sama dari segi strukturnya. Juga bentuk-bentuk (8) w, (9) û yang melambangkan grafem [wa].
Bentuk-bentuk yang  dicontohkan  umumnya memiliki struktur yang sama. Perbedaan-perbedaan bentuk grafem  di ilustrasikan di atas bersifat varian dari stuktur yang sama. Perbedaan variasi tersebut yaitu pada cara penulisan suatu grafem. Adanya kemungkinan perbedaan atau varian tersebut berhubungan dengan bahan naskah, serta jenis alat tulis yang dipakai, atau gaya selingkung.
            Variasi bentuk huruf dan sandangan berhubungan dengan etnik atau subetnik pendukung tradisi Ulu, seperti Rejang, Serawai, Pasemah, dan Lembak.
            Tabel Bentuk dan Jenis Huruf Ulu

Variasi bentuk huruf
Jenis Huruf
ka

Buwah Tuwo
ga

nga

ta

da

na

ca

ja

nya

pa

ba

ma

sa

ra

la

ya

wa

ha

mba

nda

nja

ngga

a

Ra

ngka

Buwah ngimbang
nca

nta

mpa


            Tabel Bentuk dan Fungsi Sandang Ulu
Nama Sandangan
Bentuk dan Variasinya
Letak
Fungsi
Luan (i)
       atau
atas kiri atau
atas kanan
mengubah huruf menjadi bunyi -i
Bitan (u)

bawah kiri
mengubah huruf menjadi bunyi –u
Tiling (é)

atas tengah
mengubah huruf menjadi bunyi –é
Mico (o)
atau (ê)
       atau

atas tengah dan bawah tengah
atas tengah
mengubah huruf menjadi bunyi –o atau
Jinah (a)
atau (-h)

bawah kanan
mengubah huruf menjadi bunyi –a atau -ah
Ratau (-n) atau
Duo di atas

atas kanan
mengubah huruf menjadi bunyi –n
Tulang (-ng)

atas kanan
mengubah huruf menjadi bunyi –ng
Junjung (-r)
         atau

atas kanan
mengubah huruf menjadi bunyi –r
Taling (-aw)

bawah kiri
mengubah huruf menjadi diftong–aw
Tulung (-ay)
          atau
        atau
          atau
atas kanan
mengubah huruf menjadi diftong–ay
Bunuhan
    atau
atau             atau  
           atau  
         atau
depan
mengubah huruf menjadi konsonan (misal –k)

            Fakta menunjukkan adanya dua varian bentuk uruf , sandangan dan kaidah ejaan yang muncul pada satu naskah.


4.  MNB 07.20-Bimbang Belepau
Satu Ruas Bambu, panjang 57cm, diameter 6,5 cm.
Naskah utuh, tulisan jarang dan besar; jelas terbaca

            Secara adat bimbang belepau mulay ngupul kaadiyaak sanale negek lepaw atap. Watak  jesarungan poia yiale urang tigo ataw urang mpat sambalannyo jak dirung pangkal daging sisip sebabak mangka nagantar arang malam malu nanam pengurus imam bimbang langngi urusan kelam dasa sangik nelepan tuwuiknang anak balay. Anak balay dituwakan jago periasan tuwu kerja lanang tuwu keras tino ulu jenang tu biya lu tukang sedak, tukang gendang, tukang seruanay, tangidate ke basuwe mangkuak, piring, tukang  tu ayiak anget waktu kebawa disemliya pukang agung sepukang lalu ngakrak balay pukang tangan sutiak lalu nga pejadi muwanay hubing balay sekulak ajungan besira dagung sambat. Sebatang lalu nga depati penyemayan lalu nga imam dusun sekulak, lalu nag tuwo kerja, tuwo kerjo bebagi ngajenang-enang sekulak lalu nga tuwo kerjo tino bebagi nga tukang cadak nasi, gulay nga tukang dangan sekulak lalu tuwa inang delapan bebagi nga satanyak inang delapan, sekulak utua tepe ngenjuwak nga segala pinjaman anak balay, kabaliak dinju’i keranjang sebuwa, serong niru bakal di njuak lamn sepuluwa pade sekuluwar, gabuting ngenjuwak pane. Bahan ngenetuwe lanang buru resep mating ngametuwa tino keluak selembar kayin dugan selembar waktu berulang sunut pengantin ngenjuak pelopenye mbuhan nga meluwa lanang nga watuwa tino secakap.


BAB III
KESIMPULAN
1.      Hampir semua aksara daerah di Indonesia merupakan turunan Aksara Pallawa yang berasal dari daerah India Selatan. Aksara Jawi, Akara Pegon, dan Aksara Bilang-bilang merupakan turunan Abjad Arab; sedangkan Aksara Nagari berasal dari daerah India Utara. Baik Aksara Pallawa maupun Aksara Nagari adalah turunan dari Aksara Brahmi yang merupakan induk semua aksara di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
2.      Penulisan naskah Ulu (scriptorium) pada tradisi tulis Ulu di Bengkulu yang ada pada suatu wilayah etnik yaitu mencakup desa-desa, yang pada zaman itu penduduknya memiliki kemampuan baca-tulis Ulu dan dengan kemampuan tersebut mereka menuliskan budaya-budaya masyarakatnya ke dalam naskah Ulu. Tradisi tulis Ulu di Bengkulu terdapat scriptorium Rejang, scriptorium Lembak, scriptorium Serawai, dan scripto-rium Pasemah. Pada setiap masing-masing scriptorium memiliki ciri tersendiri yang berlaku secara umum, yang meliputi bentuk huruf dan sandangan, kaidah ejaan atau penulisan, serta dialek.
3.      Umumnya struktur bentuk grafem memiliki sifat varian dari stuktur yang sama. Perbedaan variasi disebabkan karena bahan naskah, serta jenis alat tulis yang dipakai, atau gaya selingkung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar